Kenapa ada 18?
Karena kita betul-betul menyadari dan memahami bahwa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, budayanya luar biasa, bahasanya banyak sekali, dan itu tidak boleh hilang.
Yang kedua kita sangat paham bahwa paradigma pembangunan yang paling cepat di Indonesia adalah. Paradigma pembangunan berbasis akar budaya. Nah itu lah makanya kita harus satu SDGs baru yang kita sebut kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.
Kenapa Pancasila sangat melekat di warga Indonesia karena Pancasila akar budaya kita. Hasil penggalian. Itulah di mana-mana saya selalu mengatakan pembangunan desa keluar dari akar budaya masyarakat desa.
Sekarang tidak akan permanen kalau kita membangun dengan paradigma di luar akar budaya. Di samping itu kelembagaan desa kita ini kan' banyak. Maka kita sebut dengan kelembagaan desa dinamis dan adaptif artinya bisa menyesuaikan dengan kondisi kearifan lokal.
Misal KPU minta desa peduli pemilu kan' jadi kelembagaan baru. Ada desa tanggap covid, desa bersinar bersih dari narkoba, semuanya itu dilembagakan di desa.Itu menjawab apa yang ingin dicapai oleh Pak Presiden, membangun Indonesia dari desa dengan dua pesan yang disampaikan kepada saya. Saat beliau memanggil saya pada 22 Oktober.
Terkait kondisi hari ini kita terus melakukan komunikasi virtual karena kondisinya begini hampir tiap minggu saya melakukan webinar dengan kepala desa sesuai tema masing-masing. Jadi misalnya kemarin kita melakukan webinar dengan tema pemutakhiran data.
Karena ini bisa kita harus terwujud kita akan punya peta kondisi obyektif desa hari ini. Dan dengan peta itu kita akan mudah sekali melakukan threatmen dengan level skala desa. Misal bicara kemiskinan, terkadang kan' kompleks sekali. Kita ingin fokus ke skala mikro, data mikro, sehingga penyelesaian tingkat mikro. Dana desa jadi fokus pemanfaatannya.
Selama ini webinar disamping tetap saya kunjungan ke desa. Karena apapun berhubungan dengan masyarakat desa tidak diwakili dengan media seperti ini, harus ada pertemuan dan dialog. Itu saya lakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Di Kementerian Desa saya punya kebijakan baru tim sapa desa, jadi saya punya 35 personel yang tiap hari pekerjaannya telepon kepala desa, telepon perangkat desa, telepon pendamping desa, tentu tidak semua desa bisa ter-cover tapi berbasis zonasi.
Yang kemudian dari situ terjadi dialog, kita tahu apa permasalahan di situ. Akhirnya muncul pertanyaan dan jawaban, yang kemudian kita share. Ternyata mereka, kepala desa, para perangkat desa punya grup saling sharing, sehingga satu yang bertanya, satu yang dijawab tersebar informasinya. (tribun network/denis destryawan)