Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan masih memburu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Paulus Tannos adalah tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).
Paulus menyandang status tersangka kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun itu sejak 13 Agustus 2019.
Dimana, perusahaannya menjadi salah satu yang tergabung dalam konsorsiun PNRI.
"Untuk yang PLS (Paulus Tannos) akan dikorelasikan karena proses itu masih berjalan," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli dalam keterangannya, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Mangkir, KPK Ultimatum Anak Tersangka Korupsi e-KTP Paulus Tannos Hadiri Pemeriksaan
Selain itu, dikatakan Lili, KPK tak akan lupa jika setiap perkara tindak pidana korupsi akan dibatasi dengan masa kadaluarsa.
Penyidik KPK dipastikan akan tancap gas memburu Paulus.
"Jadi kita juga ingat dengan masa kadaluarsa yang ada. Temen-temen di penyidikan masih akan tetap bekerja untuk itu," kata Lili.
Sementara itu, Deputi penindakan KPK Karyoto mengaku gembira setelah pemerintah Indonesia menandatangani Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura pada Selasa (25/1/2022) lalu.
Dengan adanya perjanjian ekstradisi akan mempermudah KPK menangkap buronan korupsi bersembunyi di Singapura.
Sebab, Paulus diketahui tinggal di Singapura dan tak pernah memenuhi panggilan KPK.
"Artinya begini kita sangat gembira dengan adanya perkembangan yang terakhir adalah lah dibuka apa perjanjian ekstradisi, kesepakatan kedua belah negara, nah ini yang jadi masalah mudah-mudahan perlintasan sudah mulai dibuka," katanya.
Diketahui, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka KPK sejak 13 Agustus 2019 lalu.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus Korupsi e-KTP.
Selain Paulus Tannos, KPK juga menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Mereka ialah mantan Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama PNRI sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.