Bagi Komnas HAM, kata Taufan, korban adalah pihak yang paling utama untuk diperhatikan.
Karena itu, kata dia, Komnas HAM juga mendorong agar ada proses restitusi, rehabilitasi, dan perhatian yang lebih serius terhadap korban dalam kasus Herry Wirawan maupun kasus-kasus kekerasan seksual dan perkosaan lainnya.
Dengan demikian, kata dia, apa yang korban alami baik penderitaan fisik, psikologis, maupun masa depan yang ditenggut bisa dipulihkan secara bertahap dengan bantuan dan dukungan pemerintah serta seluruh institusi sosial yang ada.
"Meskipun kami tentu saja misalnya kaitannya dengan restitusi, kami sangat berharap restitusi itu tidak saja diambil dari harta milik Herry Wirawan tetapi juga menjadi tanggung jawab negara," kata Taufan.
Ia juga mengapresiasi pemerintah daerah yang turut terlibat dalam upaya pemulihan korban.
Namun demikian, kata dia, pemerintah daerah juga perlu memperhatikan anak-anak korban perkosaan tersebut.
"Sehingga kemudian masa depan mereka bisa dijamin ke depannya nanti," kata dia.
Kasus Herry Wirawan, lanjut dia, bukan satu-satunya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Menurutnya ada beberapa kasus lain yang terjadi juga pada institusi agama baik institusi agama Islam maupun institusi agama lainnya.
Dalam kasus-kasus tersebut, kata Taufan, kekerasan, perkosaan, pelecehan seksual, dilakukan justru oleh orang dipercaya untuk mengelola institusi pendidikan agama kepada murid-muridnya atau kepada orang-orang di sekitarnya.
Untuk itu, kata Taufan, Komnas HAM sangat mendukung adanya langkah-langkah yang diambil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi khususnya dengan keluarnya Peraturan Menteri terkait hal tersebut.
Menurutnya, hal itu merupakan satu langkah yang sistemik dan sistematik dalam rangka mencegah terjadinya tidak saja kekerasan tetapi juga praktik-praktik perundungan seksual yang dialami banyak pihak di perguruan tinggi.
Menurutnya, penghormatan kepada hak asasi manusia dan perlindungan serta rehabilitasi terhadap korban juga perlu dibenahi dalam sistem pendidikan saat ini.
"Terutama dalam sistem pendidikan keagamaan yang seringkali dengan menggunakan jargon-jargon keagamaan tetapi sebetulnya ada praktik-praktik kejahatan yang terselubung," kata Taufan.(*)