TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik sekaligus Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menanggapi soal munculnya Partai Mahasiswa Indonesia.
Menurutnya, mahasiswa seharusnya mengemban tanggung jawab untuk mengontrol pemerintahan yang sedang berkuasa.
Bukan memperebutkan kekuasaan melalui partai politik.
"Mahasiswa adalah ikon gerakan moral, bukan untuk berkuasa tetapi memperbaiki kekuasaan," kata Ray, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Selasa (26/4/2022).
Baca juga: Sumber Dana Pendirian Partai Mahasiswa Indonesia Dipertanyakan, Diduga Ada Aktor Lain di Belakangnya
Lebih lanjut, Ray menjelaskan, bila merujuk pada Undang-Undang Dasar, setiap orang atau kelompok memang diberikan hak untuk berkumpul dan mendirikan partai politik sesuai aturan.
Tidak ada yang bisa melarang mahasiswa untuk mendirikan partai politik, termasuk mengatasnamakan mahasiswa.
Meski demikian, Ray menyebut, semestinya mahasiswa tidak terjebak politik praktis untuk memperebutkan kekuasaan dengan mengatasnamakan kelompok.
Sebab, lanjut Ray, pada hakikatnya partai politik adalah institusi yang mengejar kekuasaan.
Untuk itu, Ray menegaskan, ada perbedaan landasan yang mendasar antara gerakan mahasiswa dan partai politik.
Apalagi, budaya partai politik di Indonesia berbeda sifat dengan kultur gerakan mahasiswa.
“Dalam kultur politik di Indonesia, partai-partai punya kencenderungan memperjuangkan diri sendiri ketimbang kepentingan publik,” ucap Ray yang juga mantan aktivis mahasiswa 1998.
Sementara itu, munculnya Partai Mahasiswa Indonesia yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) masih menuai pro kontra di masyarakat.
Berbagai aliansi menyatakan penolakannya terhadap partai tersebut, termasuk Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).
Baca juga: BEM SI Tolak Keras Penggunaan Kata Mahasiswa Jadi Nama Partai
Perwakilan BEM SI sekaligus Ketua BEM Universitas Diponegoro (Undip), Ichwan Nugraha Budjang, menolak secara tegas kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia.