"Berdasar asas legalitas, orang hanya bisa diberi sanksi heteronom jika melakukan pelanggaran yang oleh UU sudah ditetapkan sebagai larangan hukum."
"Tapi sanksinya adalah sanksi otonom yg berupa derita batin, misalnya, karena dibully publik, dikucilkan, ditinggalkan penggemar, takut, malu, merasa berdosa, dan sebagainya. Itu semua adalah sanksi moral dan sosial."
"Harus disadari, ajaran-ajaran agama banyak yang tidak atau belum dijadikan hukum positif," lanjutnya.
Dorong DPR Buat UU Larangan Zina dan Praktik LGBT
Diketahui, Mahfud pada tahun 2017 juga pernah mendorong DPR agar membuat undang-undang yang melarang praktik LGBT hingga zina.
Dia mengusulkan agar nilai moral keagamaan masuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, usul tersebut belum diterima sebagai produk hukum hingga sekarang.
Dikatakannya, pemerintah sudah mengajukan konsep, tetapi DPR dan civil society organization (CSO) hingga saat ini belum sepakat.
"Nah, kalau ingin ada hukuman untuk ini, silahkan perjuangkan ke DPR sebagaimana yang pernah saya sampaikan pada tahun 2017 saat terjadi pro kontra soal LGBT ini, agar Rancangan KUHP kita yang sekarang sedang menunggu pengundangan bisa mengakomodasi hal-hal tersebut, sekarang sedang dibahas di Legislatif."
"Sebagai bagian dari proses ini, Pemerintah sudah mengajukan konsep, tetapi DPR dan CSO juga belum bersepakat."
"Jangan pula menuding Pemerintah untuk mengetokkan palu tentang itu. Palunya ada di gedung DPR," tulis Mahfud.
(Tribunnews.com/Milani Resti)