Ke depan, KPU akan membuat desain penyelenggaraan pemilu agar tidak membebani kerja petugas, utamanya pada tingkatan Badan Ad Hoc seperti KPPS.
"Karena kita ketahui, Pemilu kita adalah pemilu lima kotak atau lima jenis surat suara, sehingga kami dituntut untuk mendesain formulir yang lebih aplikatif atau user friendly. Sehingga rekan-rekan KPPS atau badan ad hoc tidak merasa kesulitan," tuturnya.
Berkaca pada Pemilu 2019, pemungutan penghitungan suara memang menimbulkan duka mendalam.
Bagaimana tidak, sebanyak 850 penyelenggara pemilu seluruh Indonesia yang meninggal dunia akibat kelelahan karena waktu yang diforsir sebagai dampak dari pendataan yang memakan waktu lebih panjang.
Untuk mencegah hal itu terulang, KPU berkomitmen mengantisipasi hal tersebut terjadi kembali. Salah satunya menggunakan pendekatan dan rekapitulasi digital yang membantu KPPS.
"Sehingga Sirekap menempati posisi strategis. Karena pada saat 2019 election day, problemnya ada di penggandaan formulir hasil penghitungan suara atau yang kita kenal dengan model C1. Misalkan saja di Jawa Barat ada 50 calon DPD, bisa dibayangkan kalau misalnya DPD saja ada 25 calon DPD, atau 50 persen yang mengirimkan calonnya. Maka, proses penggandaannya ya sebanyak itu," pungkas Idham.