TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran pengawas Pemilu harus punya kapasitas paling tidak setengah dari kemampuan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kemampuan tersebut diperlukan untuk kegiatan di lingkup penanganan perkara pemilu, seperti pemeriksaan berkas, proses medias, hingga keperluan ajudikasi seperti mendengar keterangan Pemohon, Termohon dan ahli.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
"Pengawas harus punya kapasitas sedikitnya setengahnya hakim PTUN untuk melakukan pemeriksaan berkas, mediasi, ajudikasi atau kajian, dan ajudikasi tentang pelanggaran," ujar Bagja.
Bagja mengatakan, dalam kesempatan kunjungannya ke Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu, pihak MA juga sudah meminta ada pelatihan bersama antara pengawas Pemilu dengan hakim PTUN.
Tujuan pelatihan bersama ini guna menyadari bahwa penanganan perkara dalam pemilu harus berlangsung cepat dan berkelanjutan.
Di samping itu, hakim PTUN kata Bagja, juga perlu memahami proses penyelesaian perkara dalam pemilu agak berbeda dibanding proses perkara lainnya.
"Kemarin ketika kami ikut serta dalam kunjungan ke Mahkamah Agung, MA meminta agar ada pelatihan bersama antara pengawasan dan juga hakim PTUN," katanya.
"Proses pemilu agak berbeda dengan proses yang lain. Ini lah yang harus dimengerti oleh hakim PTUN," terang Bagja.
Berkenaan dengan itu, Bawaslu turut menargetkan peningkatan kompetensi dasar bagi para jajaran pengawas di tahun 2022. Meliputi, pelatihan, bimbingan teknis, hingga menjalin kerja sama.
"Membangun kompetensi dasar itu tujuan kami di tahun 2022 ini. yaitu melakukan pelatihan, bimbingan teknis dan kerja sama," pungkas dia.(*)