TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI mendukung langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), menelusuri dugaan transaksi yang mengalir ke arah tindak pidana terorisme di lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Sinergis kedua lembaga itu dinilai perlu untuk memastikan temuan transaksi ACT diduga berkaitan dengan terorisme.
"Meski sudah dibantah, saya melihat otoritas berwenang, dalam hal ini BNPT harus terus menelusuri indikasi yang ada. Saya mendukung PPATK dan BNPT untuk bekerjasama secara sinergis demi membongkar berbagai dugaan ini. Jangan sampai kita kecolongan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022).
Lebih lanjut, Sahroni meminta kepada BNPT turut berkoordinasi dengan Densus 88 untuk memperkuat segala proses penyelidikan.
Baca juga: Disorot karena Dugaan Terima Gaji Fantastis, Ahyudin Pendiri ACT Singgung soal Fitnah
Apalagi, Indonesia sangat menetang penuh aksi-aksi terorisme.
"Jadi jangan sampai ada lembaga seperti ACT ini yang membodohi masyarakat dan menyelewengkan dana yang diberikan untuk aksi-aksi organisasi terlarang," ucapnya.
"Harus ditanggapi dengan serius, untuk itu saya meminta kepada BNPT agar turut berkoordinasi juga dengan Densus 88 untuk memperkuat segala proses penyelidikan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dugaan riwayat transaksi yang mengarah ke tindak pidana terorisme di lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Diketahui, lembaga amal ACT menjadi pembicaraan seusai tagar Jangan Percaya ACT trending sosial media Twitter pada Minggu (3/7/2022) lalu. Banyak warganet yang mencurigai penyelewengan amal di lembaga ACT.
Baca juga: Presiden ACT Akui Adanya Potongan Uang Donasi 13,7 Persen, Sebut Digunakan untuk Operasional
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya telah mencurigai adanya transaksi mencurigakan di lembaga amal ACT. Tak hanya dipakai kepentingan pribadi, akan tetapi adanya indikasi penyaluran kegiatan terorisme.
"Transaksi yang kami proses mengindikasikan demikian. Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).