“Harusnya kalau KPK-nya masih baik, seharusnya dugaan gratifikasi bisa dikejar ke Pertamina yang memberikan ke LPS (Lili Pintauli Siregar). Jadi, masuk ranah pidana,” kata Bivitri.
“Tapi, ya, kita tahu sendiri, KPK akan cenderung melindungi mantan pimpinan, lagi pula ini menyentuh Pertamina, yang juga bisa diduga tidak mau diutak-atik oleh KPK,” tambahnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat dihentikannya sidang etik tak serta merta membuat dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi Lili tidak diusut.
“Dewan Pengawas harus meneruskan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap,” kata Kurnia.
ICW, lanjut Kurnia, juga mendesak agar jajaran Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Polri dan bagian tindak pidana khusus Kejaksaan Agung menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Lili.
"Penting ditekankan bahwa seluruh delik korupsi di dalam UU Tipikor merupakan delik biasa, bukan aduan. Jadi, aparat penegak hukum bisa bergerak sendiri tanpa harus menunggu aduan atau laporan masyarakat," ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengungkapkan pihaknya sudah meneruskan penetapan sidang etik Lili berikut laporan dugaan gratifikasi ke pimpinan KPK.
"Sudah dikirim," kata Albertina, Rabu (13/7/2022).