TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riwanto, S.H., S.Ag., M.Ag. menjelaskan soal identitas partai politik.
Menurut Agus, sebuah partai politik seharusnya dapat mengedepankan identitas partai politiknya daripada sosok perseorangan siapa calegnya.
Sehingga partai politik memiliki identitas yang kuat di mata masyarakat.
"Satu hal yang unik di Indonesia yakni tentang peserta pemilu anggota legislatif."
"Sampai saat ini masyarakat menilai anggota partai politik adalah calon legislatif, ini terlihat di banner publikasi itu ukuran gambar caleg lebih besar daripada partainya," jelas Agus dalam acara Diskusi Publik Pemilu Serentak 2024, Menyatukan Bukan Memilukan yang disiarkan Tribunnews.com, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Bawaslu Ingatkan Semua Pihak Tahan Diri Tak Kampanyekan Calon Tertentu di Luar Tahapan Pemilu
Peserta pemilu, kata Agus, itu adalah partai politiknya itu sendiri.
Hal itu sesuai dengan UUD 1945, pasal 22E ayat 5 (koreksi: ayat 3) yang berisi penjelasna tentang "Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik."
Tapi kenyataannya, lanjut Agus, semua kampanye itu yang dipublikasikan adalah visi-misi pribadi calegnya, seharusnya program visi misi partainya
"Ini catatan untuk KPU sekaligus nanti bisa dimasukkan ke Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)."
"Tahun 2024 mendatang, kampanye kita mesti sesuai dengan konstitusi, jadi yang boleh besar kampanye itu partai politik, tidak boleh gambar calon lebih besar daripada partainya," terang Agus.
Pasalnya, seolah-olah negara ini yang berkuasa adalah calon atau perseorangan yang maju pemilihan.
Padahal, seharusnya yang paling penting dalam menyusun negara itu adalah partai politik, bukan orangnya.
Baca juga: Lolly Suhenty Paparkan Tantangan Sekaligus Target Bawaslu Menuju Pemilu 2024
"Misalnya saya mau membangun jembatan, saya mau melakukan (kampanye lain sebagainya) itu, harusnya partainya (yang dipublikasikan)."
"Pemilu yang profesional itu mencerminkan yang besar partainya, bukan orangnya."