TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian RI mengungkapkan alasan melarang kuasa hukum Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J masuk untuk melihat kegiatan prarekonstruksi di rumah Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Sabtu (23/7/2022).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa pelarangan itu lantaran prarekonstruksi hanya boleh hadiri oleh penyidik gabungan. Pihak eksternal tidak diwajibkan melihat proses tersebut.
"Kalau prarekon sudah dijelaskan penyidik hanya dihadiri penyidik, labfor, inafis dan penyidik," kata Dedi saat dikonfirmasi, Senin (25/7/2022).
Lebih lanjut, Dedi menambahkan bahwa nantinya pihak eksternal atau kuasa hukum Brigadir J bisa dihadirkan saat proses rekonstruksi. Hal itu telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kalau rekonstruksi sesuai hukum acara baru kuasa hukum, pengawas eksternal boleh menyaksikan. Coba cek pasal di KUHAP-nya," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dilarang masuk untuk melihat kegiatan prarekonstruksi di rumah Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Sabtu (23/7/2022).
Adapun tim kuasa hukum Brigadir J yang ditolak masuk adalah Johnson Pandjaitan. Mereka disebut tidak diperbolehkan melihat proses rekonstruksi yang tengah dijalankan oleh Polda Metro Jaya.
"Dari awal saya meminta masuk dia bilang nggak bisa ini area penyidik area rekonstruksi dan ini konteksnya adalah yang melakukan Polda Metro," kata Johnson di luar rumah Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Sabtu (23/7/2022).
Johnson menuturkan larangan kuasa hukum untuk masuk melihat proses rekonstruksi lantaran kasus ini ditangani oleh Polda Metro Jaya. Sebaliknya, proses rekonstruksi ini bukan laporan polisi yang didaftarkannya di Bareskrim Polri.
Baca juga: Sejak Juni hingga H-1 Sebelum Tewas, Brigadir J Dapat Ancaman Pembunuhan sampai Membuatnya Nangis
"Kita nggak bisa ikut masuk ke dalam dan tadi karena mereka mau melakukan kegiatan pada saat saya duduk. Makanya saya keluar pamit. Nah ini penting ya karena kan kalau begitu caranya ini masih anglenya tembak menembak," jelasnya.
Karena itu, Johnson mempersoalkan perihal kapan prarekonstruksi terkait laporan yang didaftarkan keluarga Brigadir J. Padahal, tempat kejadi perkara (TKP) kasus tersebut sama-sama di Rumah Irjen Ferdy Sambo.
"Pertanyaannya adalah permohonan kami kapan dong? Prarekonstruksi? Karena itu kan penting. Sementara prarekonstruksi udah duluan. Tentu ini akan nyambung kan. Jadi kayaknya bisa adu rekonstruksi dan adu angle kalau bahasa kalian kan. Jadi ini yang mana? yang sudah dimainkan sekarang kan tembak menembak," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengharapkan transparansi yang diungkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam kasus ini tidak hanya sekadar jargon belaka. Kasus ini merupakan pertaruhan citra Kepolisian RI.
"Harapannya semua yang bener aja, yang bener bener dan jujur ajalah. Serta fairness. Itu kan yang penting. Padahal selalu di omong-omongkan kan keterbukaan ini ini ini kan bukan jargon. Taruhannya bukan lagi kepolisian ini penegakkan hukum dan negara ini. Presiden kan udah ngomong," pungkasnya.