TRIBUNNEWS.COM - Polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penyelewengan dana kemanusiaan oleh Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Mereka adalah Ahyudin selaku mantan presiden dan pendiri ACT, Ibnu Khajar selaku presiden ACT yang saat ini menjabat.
Lantas ada juga Hariyana Hermain selaku pengurus ACT, dan Novariadi Imam Akbari selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina ACT.
Penetapkan tersangka tersebut dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada pukul 15.50 WIB, Senin (25/7/2022).
Penetapan tersangka seusai beberapa proses pemeriksaan dan penyidik melakukan gelar perkara kasus ACT.
Baca juga: Dana Korban Lion Air JT-610 yang Diselewengkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Lewat ACT Capai Rp 34 Miliar
Adapun dalam kasus ini, empat orang tersangka itu telah melakukan penyelewengan dana donasi dan CSR korban jatuhnya pesawat Lion Air yang dikelola ACT.
Untuk peran para tersangka pun dijelaskan pihak kepolisian.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkap peran Ahyudin dan Ibnu Khajar dalam kasus tersebut ada persamaan.
Yakni diduga ikut membuat SKB pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen, pada tahun 2015.
Sehingga tujuannya memperoleh gaji dan fasilitas lainnya, dana yang seharusnya untuk pendirian Yayasan ACT pun digunakan untuk kepentingan pribadi.
Ahyudin diduga menyelewengan donasi umat dengan memangkas sebesar 30 persen dari jumlah donasi yang telah didapatkannya setiap bulan.
"Tahun 2015 bersama membuat SKB pembina dan pengawas yayasan ACT perihal pemotongan donasi sekitar 20-30 persen, tahun 2020 bersama membuat opini dewan syari'ah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022), diberitakan Tribunnews sebelumnya.
Selain itu, kata Ramadhan, Ahyudin juga diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Satu di antaranya dengan memakai uang itu dengan menggaji para pengurus yayasan dengan fantastis.
Adapun para petinggi ACT itu mendapatkan gaji dengan kisaran Rp50 hingga Rp450 juta dalam sebulan.
Sedangkan Ahyudin mendapatkan gaji Rp450 juta dan Ibnu Khajar mendapatkan gaji Rp200 juta setiap bulan.
"Saudara IK (Ibnu Khajar) perannya Ketua Pengurus ACT periode 2019-sekarang mensreanya tahun 2020 bersama membuat opini dewan syariah yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi, menjadi direksi di badan hukum yang terafiliasi pada yayasan ACT tahun 2015 bersama membuat SKB pembina dan pengawas yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen," jelasnya.
Baca juga: Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Kasus ACT, Potong 20-30 Persen Donasi Demi Kebutuhan Pribadi
Ia menjelaskan bahwa Ibnu Khajar juga diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Dia membuat perjanjian kerjasama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi BCIF terkait dana kemanusiaan Boeing kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
Ancaman Hukuman
Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka, 4 petinggi ACT tersebut belum ditahan polisi.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menyebut alasannya, sementara masih dilakukan diskusi internal.
Diskusi internal terkait masalah penangkapan maupun penahanan
Sementara itu dilansir dari Kompas.com, keempat tersangka tersebut dikenakan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga: BREAKING NEWS: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Penyelewengan Dana ACT
Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," kata Helfi.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Igman Ibrahim) (Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)