"Kita cocokan DNAnya kepada dokter forensik ini saya ambil DNAnya, simpan DNAnya siapa tau menemukan bajunya supaya dicocokan dengan DNA yang diambil dokter forensik dengan luka yang ada di baju," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan keberadaan pakaian terakhir Brigadir J.
Dia menduga kuat bahwa pakaian itu kini berada di penguasaan pihak kepolisian.
"Saya kira bajunya sudah dikuasai oleh penyidik. Ini kan harus dapat kalau ada kehilangan baju siapa yang menghilangkan. Kemungkinan cuman 2, ada dirumah dinas itu atau RS Polri. Kalau RS Polri menghilangkan baju itu, apa kepentingan dokter itu. Apakah Brigadir J dibawa ke RS dalam kondisi telanjang tidak mungkin. Atau mungkin bajunya dibuka di rumah dinas. Karena itu baju dan HP adalah barang bukti yang sangat perlu," pungkasnya.
Penyidik, disebut Kamaruddin , tidak transparan dalam menangani kasus tersebut.
"Mereka tertutup, hal yang sederhana saja kita tanya bajunya sudah di mana sekarang, tidak ada yang berani jawab," ujar Kamaruddin.
Tak hanya baju, kata Kamaruddin, pihaknya juga mempertanyakan keberadaan ponsel milik Brigadir J yang tak kunjung ditemukan.
Padahal, kuasa hukum terus melakukan koordinasi dengan penyidik Polri.
"Kita juga bertanya bertanya tentang apakah handphone daripada almarhum Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat sudah ketemu atau belum, mereka semua tidak ada yang berani menjawab," jelasnya.
Padahal, ia menuturkan bahwa Irjen Ferdy Sambo yang diduga terlibat telah dinonaktifkan sementara oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam dan Kasatgasus.
Terlebih, Presiden Joko Widodo pun sudah meninta Polri untuk tak menutup-nutupi pengungkapan kasus tersebut.
"Kenapa kalian masih takut, jawab saja. Konstitusi menyatakan buka, Undang-Undang menyatakan buka, kenapa masih takut," ungkap Kamarudin.