Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengecam kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Ketapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kekerasan seksual diduga dilakukan oleh pimpinan ponpes terhadap 20 orang santriwati.
"Saya sebagai komisioner KPAI mengecam kekerasan seksual yang diduga terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Ketapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan terduga pelaku pimpinan ponpes dan korban satriwati sebanyak 20 orang," ucap Retno melalui keterangan tertulis, Kamis (18/8/2022).
KPAI, kata Retno, mendorong perlindungan dan pendampingan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan atau P2TP2A setempat terhadap para korban termasuk pemenuhan hak rehabilitasi psikologi bagi para korban.
Baca juga: Penuntasan Kasus Kekerasan Seksual di Luar Hukum, Dorong Maraknya Kasus Serupa di Masa Datang
Selain itu, Retno mengatakan KPAI mendesak Kementerian Agama RI untuk segera membuat Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan Pendidikan.
"Salah satu kehadiran negara adalah membuat regulasi, karena perlindungan anak yang terbaik adalah dengan membangun sistem pencegahan yang kuat," kata Retno.
Menurut Retno, Kementerian Agama sampai hari ini belum memiliki Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan.
"Apalagi satuan Pendidikan berasrama, seharusnya ada sistem pencegahan, sistem pengawasan dan sistem pengaduan yang melindungi korban dan saksi," ujar Retno.
Dia menilai pengawasan satuan pendidikan berasrama harus ketat, karena peserta didik pengasuhannya dipindahkan kepada institusi atau lembaga pendidikan tersebut.
Sehingga satuan Pendidikan wajib melindungi anak-anak atau peserta didiknya.
"Sebagai catatan, KemendikbudRistek sudah memiliki Permendikbud No 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan. Sudah ada aturan saja masih terjadi kekerasan seksual, apalagi jika tidak ada," ungkap Retno.
Retno mempertanyakan kasus yang sudah bertahun-tahun terjadi tak pernah bisa terungkap.
"Bagi korban kekerasan seksual, apalagi pelakunya memiliki relasi kuasa terhadap korban, pelaku seorang yang dianggap terhormat dan mulia karena pengetahuan aagamanya, maka tentu tak mudah bagi korban anak di bawah umur untuk bicara atau melapor, karena khawatir tidak dipercaya dan khawatir juga kalau prestasi belajarnya akan dipermasalahkan oleh pelaku yang memang memiliki relasi kuasa tinggi atas korban," jelas Retno.
Baca juga: 12 Korban Pelecehan Seksual di Transjakarta, Bus Warna Merah Muda Khusus Perempuan Diaktifkan Lagi