News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lahir di Era Orba, Wamenkumham: KUHAP Tak Disusun dalam Perspektif HAM

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy meyakini jika Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak disusun dalam perspektif hak asasi manusia (HAM).

"Mengapa KUHAP ini harus diaudit, saya salah satu orang yang yakin dan percaya bahwa KUHAP tidak disusun dalam perspektif HAM," kata Eddy dalam acara 'Audit KUHAP: Studi Evaluasi Terhadap Keberlakuan Hukum Acara Pidana Indonesia' di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022).

Menurutnya, KUHAP lahir pada tahun 1981 di mana saat itu pemerintahan era orde baru (Orba) sedang menguat.

"Karena itu lahir tahun 1981 dimana pemerintah orde baru sedang kuat-kuatnya," ujar Eddy.

Karenanya, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajahmada (UGM) Yogyakarta itu menegaskan KUHAP tidak disusun berdasarkan perspektif HAM.

"Jadi saya tidak percaya kalau KUHAP itu disusun dalam perspektif hak asasi manusia," ungkapnya.

Baca juga: Setelah KUHP, Pemerintah Harap KUHAP Direvisi pada 2023

Terkait rencana revisi KUHAP yang kini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR, Eddy menilai menitikberatkan pada beberapa persoalan, seperti upaya paksa, pembuktian, dan peran advokat sebagai penegak hukum.

"Harus sangat besar diberikan peran yang sangat besar kepada lawyer, kepada aparat penegak hukum yang namanya advokat. Karena dia merupakan bagian dari integrity criminal justice system," ucapnya.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya peran pihak Lembaga Permasyarakatan atau Lapas.

"Jadi kalau kita mengenal catur wangsa atau penegak hukum sekarang sudah menjadi lima, yaitu panca wangsa penegak hukum," ucap Eddy.

Eddy menjelaskan pihak Lapas memiliki peran sentral untuk menentukan apakah seorang narapidana (Napi) bisa diterima masyarakat atau tidak.

"Apakah dia tidak mengulangi perbuatan pidananya dan apakah dia bermanfaat bagi masyarakat, itu bukan polisi, jaksa, hakim, advokat tapi teman-teman di Lembaga Pemasyarakatan," ungkapnya.

"Sehingga kalau kita melihat sistem peradilan pidana itu mulai dari polisi sebagai penjaga garda terdepan sistem peradilan pidana dan akan berujung pada eksekusi putusan pengadilan dan pelaksanaannya oleh teman-teman di Lapas maka akan memenuhi lima aparat penegak hukum itu," sambung Eddy.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini