Ditemukan sebesar 74% berkas melebihi SLA/SOP—dimana Kantah dengan ketidakpastian paling tinggi ialah Kota Depok 91,14%; Kabupaten Bekasi 87,5%; dan Kabupaten Bogor 86,9%.
Ketidaktepatan SLA terjadi pada tiga jenis layanan yaitu peralihan hak jual beli 90,3%; perubahan hak atas tanah 73,4%; dan roya sebesar 73,3%.
Setelah dilakukan monitoring, penyebabnya ialah tidak ada reward dan punishment untuk pelanggaran SOP, dugaan adanya dukungan dana dari PPAT/mitra, dan ketepatan waktu tidak menjadi target kerja Kantah.
Di sisi lain akibat penggunaan kuasa, maka terjadi masalah pengenaan biaya tambahan di luar PNBP yang cukup tinggi.
Penyebabnya ialah sulitnya pengaturan terkait besaran biaya jasa pengurusan layanan pertanahan oleh kuasa dimana biaya ditentukan berdasarkan negosiasi karena pertimbangan ketidakpastian layanan.
“Terjadi tindak pidana korupsi berupa pungli, suap, dan gratifikasi sebagai alasan mempercepat/akselerasi layanan,” ujarnya.
KPK turut menemukan permasalahan adanya berkas yang telah selesai namun belum diserahkan.
Setidaknya terdapat 12.142 berkas tahun 2021 di 13 Kantah Jabodetabek pada Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) berstatus selesai namun belum diserahkan.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pemberitahuan kepada pemohon bagi yang belum menginstall 'Aplikasi Sentuh Tanahku.'
Di sisi lain, lemahnya pengawasan kesesuaian status berkas fisik dengan berkas digital di aplikasi dan penerima kuasa tidak mengambil berkas yang sudah selesai. Jika dibiarkan hal ini akan menimbulkan kerawanan berupa berkas hilang.
Dari semua penjelasan di atas, dapat diambil benang merahnya bahwa pengawasan terhadap layanan pertanahan di Indonesia masih sangat lemah.
Dimana Kementerian ATR/BPN masih kurang melakukan pembinaan dan pengenaan sanksi kepada PPAT yang melanggar aturan juga SOP.
Baca juga: Ketua FKMTI Budiardjo Usulkan Adanya Perpu Ad Hoc Peradilan Pertanahan untuk Berantas Mafia Tanah
Sehingga hal ini akan berdampak kepada pelayanan yang masyarakat dapatkan. Mulai dari tingginya biaya, terjadi gratifikasi dalam proses pengukuran tanah, dan ketidakpastian layanan dan potensi terjadi penyimpangan.
Menilik sederet persoalan tersebut, KPK memberikan beberapa rekomendasi perbaikan layanan pertanahan melalui beberapa upaya.