TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno mengungkap perjanjian rahasia yang dibuat Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam menilai bahwa apabila apa yang diungkap oleh Sandiaga Uno benar, Anies Baswedan dapat dikatakan mengingkari janji.
Sebelumnya, Sandiaga mengungkapkan bahwa ada perjanjian atau kesepakatan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Anies Baswedan terkait pemilihan presiden (pilpres).
"Jika itu memang ada perjanjian maka Anies Baswedan bisa disebut ingkar janji pada Prabowo atau kacang lupa kulitnya," ujar Arif kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Baca juga: Soal Perjanjian Politik Prabowo-Anies, Elite Gerindra Singgung Gentlemen Agreement
Sandiaga menyebut perjanjian yang sudah diteken itu berada di Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.
Sandiaga mengungkapkan hal itu saat menjadi tamu di akun YouTube Akbar Faisal.
Menurut Arif, Anies pun terlihat sebenarnya mengetahui perjanjian yang dia sepakati itu.
Hal ini terlihat dari pernyataan Anies selama ini yang selalu bilang tidak akan melawan promotornya Prabowo dalam kontestasi politik.
"Mungkin bisa dikatakan Anies lupa bahwa Prabowo orang yang telah menjadi promotornya dalam Pilgub DKI yang berjasa besar mengantarkan menjadi Gubernur," katanya.
Menurut Arif, Anies pun perlu hati-hati dengan dengan diungkapnya perjanjian itu oleh Sandiaga. Sebab publik bisa jadi akan melihatnya negatif.
"Ini tentu akan menimbulkan persepsi negatif bahwa Anies adalah orang yang ambisius mengejar kekuasaan," ujarnya.
Sandiaga Ungkit Perjanjian Anies-Prabowo
Di saat Anies Baswedan sudah mengantongi tiket untuk maju Pilpres 2024, secara tiba-tiba dalam sebuah podcast Sandiaga Uno mengungkit perjanjian Anies dan Prabowo Subianto .
Perjanjian tersebut kabarnya berisi kesepakatan antara Prabowo dan Anies soal Pilpres.
Anies disebut-sebut tidak akan maju apabila Prabowo ikut dalam kontestasi Pilpres.
Hal itu lantaran Anies saat Pilkada DKI 2017 diusung Gerindra dan PKS.
Terkait isi perjanjian tersebut, Sandiaga enggan membocorkannya.
Menurut Sandiaga isi perjanjian sebaiknya ditanyakan kepada yang memegang dokumen saat ini yakni ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
“Saya rasa lebih etis untuk disampaikan oleh mungkin bisa ditanyakan ke pak Fadli atau pak Dasco,” kata Sandiaga usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (30/1/2023).
Sandiaga mengaku menyampaikan soal perjanjian tersebut karena ditanya dalam sebuah podcast.
Ia tidak bermaksud membongkar perjanjian yang dibuat menjelang pendaftaran Pilkada DKI 2017 itu.
“Karena ditanya waktu itu, saya gak pernah ingin mengangkat hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan tugas dan fungsi saya. Tapi karena pada saat itu saya ditanyakan dan seingat saya memang pernah ada perjanjian itu,” katanya.
Sandiaga mengatakan perjanjian tersebut ditandatangani 3 pihak.
Selain Prabowo dan Anies, ia juga meneken surat tersebut.
Sampai saat ini ia masih memegang teguh perjanjian tersebut.
“Saya sih komit. Saya sampai saat ini karena saya tandatangan, komit,” katanya.
Untuk komitmen Prabowo dan Anies, kata Sandiaga sebaikanya ditanyakan kepada yang bersangkutan.
“‘Mungkin yang lain bisa ditanyakan,” katanya.
Sandiaga pun mengatakan surat perjanjian tersebut sampai saat ini masih berlaku.
Menurutnya sebuah perjanjian, bila tidak diakhir maka statusnya tetap berlaku.
“Itu bisa dicek. Karena kalau perjanjian itu kan pasti berlaku dan jika tidak diakhiri maka perjanjian itu akan terus berlaku,” kata Sandiaga.
Menyikapi hal tersebut, Sudirman Said, utusan Anies di tim kecil rencana Koalisi Perubahan mengatakan dirinya tak mengetahui perihal perjanjian Prabowo Subianto dengan Anies soal Pilpres.
"Saya tidak mendengar ada perjanjian tersebut," kata Sudirman Said seusai PKS nyatakan dukung Anies sebagai capres 2024 di Gubug Makan Mang Engking Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (30/1/2023).
Sudirman Said menyebut jika dirinya hanya mengetahui perjanjian antara Anies dan Sandiaga soal pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Yang ada adalah perjanjian soal berbagi beban biaya Pilkada dengan Pak Sandi itu saya tahu," ujarnya.
Menurutnya, perjanjian tersebut berisikan utang piutang lantaran kala itu Anies tak memiliki uang yang cukup.
"Dalam perjanjian itu antara lain kemudian ada juga perjanjian utang piutang dengan Pak Sandi dan Pak Anies karena waktu itu Pak Anies tidak punya uang," ungkapnya.