TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), segera membuka seluruh data-data transaksi mencurigakan kepada lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia, terkait dugaan adanya aliran pencucian uang dalam pembiayaan Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, merespons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menunggu adanya laporan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.
"PPATK harus segera buka seluruh data-data transaksi mencurigakan ini. Agar lembaga dan institusi seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri dapat menindaklanjuti seluruh temuan yang ada berdasarkan kewenangannya masing-masing. Sebab kita sudah mulai kehabisan waktu, harus gerak cepat agar kita bisa cegah kemungkinan-kemungkinan terburuk," kata Sahroni dalam keterangannya, Kamis (16/2/2023).
Politikus Partai Nasdem itu tidak ingin PPATK hanya melempar narasi-narasi tersebut ke publik tanpa aksi lebih lanjut.
Sahroni ingin PPATK menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kualitas Pemilu 2024 yang lebih baik.
"Saya tidak ingin informasi ini hanya jadi sebatas kegaduhan di tengah masyarakat. Kita jadi skeptis kalau tidak ada aksi penanganan lebih lanjut terkait temuan-temuan mengerikan tersebut. Jadi PPATK harus sadar kalau dirinya memiliki peran kunci untuk mewujudkan pemilu yang lebih fair dan lebih bersih," tandas Sahroni
PPATK Ungkap Ada TPPU di Proses Pendanaan Pemilu, KPK Tunggu
Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu adanya laporan tersebut.
“Akan cek dulu apakah sudah diserahkan ke KPK, dan tentunya KPK akan menganalisis lebih lanjut sesuai kewenangan sebagai bagian pendalaman informasi dan data dimaksud,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (15/2/2023).
Lebih lanjut, Ali mengatakan kewenangan KPK dalam menangani pidana pencucian uang harus bermula tindak pidana korupsi, suap, maupun gratifikasi.
“Kewenangan KPK menangani TPPU secara aturan bila tindak pidana asalnya korupsi, suap dan gratifikasi” jelas Ali.
Namun, bila pencucian uang berasal dari pidana lain seperti ilegal fishing, mining, ataupun logging akan menjadi kewenangan penegak hukum lainnya.
Sebelumnya, PPATK mendeteksi adanya indikasi praktik TPPU dalam proses pendanaan pemilu.