TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa memeriksa Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) sebagai tersangka.
Pasalnya, sudah dua kali akan diperiksa sebagai tersangka, tapi kuasa hukum Ricky Ham Pagawak tidak mendampingi.
"Informasi yang kami terima, dua kali agenda pemeriksaan RHP sebagai tersangka belum dapat dilakukan karena tidak hadirnya tim penasihat hukum yang bersangkutan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Sabtu (11/3/2023).
Ali mengatakan, tim penyidik sebelumnya telah menginformasikan mengenai agenda pemeriksaan Ricky sebagai tersangka dan berharap agar tim penasihat hukum maupun perwakilannya hadir.
Termasuk mengimbau Ricky untuk juga menyampaikan agenda dimaksud.
Namun, pada kenyataannya pemeriksaan Ricky sebagai tersangka tak kunjung terlaksana akibat tim penasihat hukum tidak mendampingi.
KPK pun meminta kuasa hukum Ricky hadir di jadwal pemeriksaan berikutnya.
"Kami berharap tim penasihat hukum hadir pada agenda pemeriksaan tersangka selanjutnya karena ini adalah hak hukum tersangka dan KPK menghormati hal tersebut sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan hukum," kata Ali.
KPK menjerat Ricky Ham Pagawak dengan sangkaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam konstruksi perkara dijelaskan, Ricky yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua selama dua periode yaitu 2013-2018 dan 2018-2023, banyak mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur.
Dengan kewenangan sebagai bupati dimaksud, kader Partai Demokrat itu kemudian diduga menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan proyek dengan nilai kontrak pekerjaannya mencapai belasan miliar rupiah.
"Syarat yang ditentukan RHP agar para kontraktor bisa dimenangkan antara lain dengan adanya penyetoran sejumlah uang," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri.
Para kontrakor dimaksud antara lain Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa, Jusieandra Pribadi Pampang; dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding. Ketiganya telah divonis bersalah oleh pengadilan.
Simon, Jusieandra, dan Marten adalah para kontrakor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.