Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil sebut kasus peredaran narkoba eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa bisa menjadi kotak pandora membongkar praktik busuk penanganan kasus narkoba di tubuh Polri.
Hal ini dikatakan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ma'ruf Bajammal saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (29/3/203).
Ma'ruf menyebut saat ini kebijakan terkait penanganan kasus narkoba yang dilakukan Polri penuh probelmatika.
"Bagi kami kasus TM (Teddy Minahasa) ini sejatinya menjadi kotak pandora terkait dengan praktik busuk implementasi kebijakan narkotika yang selama ini dilakukan aparat penegak hukum khususnya pada saat menangani kasus di kepolisian," kata Ma'ruf.
Baca juga: Pengamat Kepolisian: Teddy Minahasa Diduga Cuma Pentolan Kecil yang Kariernya Mau Dijatuhkan
Menurutnya, profil Teddy Minahasa di Korps Bhayangkara yang pernah menjabat posisi strategis tersebut mencerminkan perbuatan buruk.
"Bahwa aparat penegak hukum dalam posisi tinggi pun bisa mengalahkan gunakan kewenangan yang dimilikinya dan justru menjalankan jargon kebijakan narkotika yang selama ini selalu dipromosikan yang sifatnya war on drugs atau perang terhadap narkotika yang sifatnya funitif," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator KontraS Bidang Advokasi Tioria Pretty menyebut kasus Teddy Minahasa itu menjadi bukti jika sistem di Polri masih terjadi hal-hal yang salah dan kerap terjadi.
"Salah satu alasannya adalah KontraS melihat ada rantai imuntitas di tubuh kepolisian dimana tidak ada mekanisme pengawasan yang efektif," ucap Pretty.
KontraS sendiri mempunyai data yang dikaji selama empat tahun lamanya berdasarkan monitoring di media terkait keterlibatan anggota Polri dalam pusaran narkoba.
Setidaknya 106 kasus narkoba dengan menjerat 178 anggota polisi di Indonesia.
"Terdapat peta sebaran terkait peristiwa narkoba yang berkaitan dnegan kepolisian kira-kira ada 25 Provinsi, ada 106 peristiwa dengan 178 anggota polri yang terlibat," ucapnya.
Namun, data tersebut masih bisa berkembang karena kemungkinan masih ada kasus yang menjerat anggota polisi yang tidak terekspos.
Pretty menjelaskan dari 178 pelaku, anggota polisi itu paling banyak terjadi di Polres yakni sebanyak 107 orang, lalu anggota Polda sebanyak 47 dan anggota Polsek sebanyak 24 orang dengan peran yang berbeda.
"Temuan kami kedua dari 178 pelaku setidaknya paling banyak anggota kepolisian sebagai pemakai 58 orang, pengedar 49 orang, bandar 18 orang dan seterusnya, Sebagai yang saya presentasi kan disini ada kurir 13 orang ada yang memiliki ada yang membebaskan pelaku narkotika, ada yang bisnis keamanan narkotika," tuturnya.
Di sisi lain, Pretty mengatakan selama empat tahun monitoring, KontraS juga menemukan tindak pidana yang menjerat anggota polisi itu terus naik setiap tahunnya.
"Adalah bawah setiap tahun terjadi peningkatan peritsiwa polri terlibat narkotika, dari 4 tahun ini kita temukan dari 106 peristiwa di tahun 2019 ada 21 peristiwa, 2020 naik jadi 26 peristiwa, 2021 naik 27 peristiwa, di 2022 jadi 32 Peristiwa, jadi trennya meningkat," jelasnya.