Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI konsisten dalam menanggapi langkah Komisi Pemilihan Umum (RI) yang memperpanjang masa perbaikan dokumen bakal calon anggota legislatif (caleg).
Seperti diketahui, membuka kembali proses perbaikan dokumen persyaratan bakal caleg. Padahal harusnya saat ini, sesuai jadwal tahapan, KPU melakukan verifikasi administrasi terhadap hasil perbaikan dokumen itu.
Sedangkan untuk proses pengajuan perbaikan dokumen persyaratan bakal caleg telah selesai pada Minggu (9/7/2023).
"Kalau kemarin Bawaslu tegas menindak perpanjangan pengajuan bakal calon dengan upaya penanganan pelanggaran administrasi pemilu, seharusnya Bawaslu juga konsisten dalam menanggapi perpanjangan perbaikan dokumen bakal calon ini," kata Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Paramita saat dihubungi, dikutip Kamis (13/7/2023).
Hal ini penting untuk ditekankan kembali, mengingat dalam menangani beberapa kasus Bawaslu dinilai tidak tegas dalam hal memberikan sanksi.
Mita, sapaan akrabnya, mengambil contoh saat Bawaslu dalam sidang putusannya memutuskan KPU Kalimantan Timur (Kaltim) yang masih menambah bakal caleg di luar jadwal pengajuan yang ditetapkan di Peraturan KPU (PKPU).
Kasus itu hanya ditetapkan sebagai pelanggaran administratif pemilu oleh Bawaslu dengan sanksi teguran tertulis.
"Namun faktanya, JPPR melihat sikap Bawaslu dalam penyelesaian pelanggaran administrasi juga tidak tegas sanksinya. Dalam artian beberapa kasus yang terbukti melanggar administrasi oleh jajaran KPU hanya diberikan sanksi teguran tertulis," kata Mita.
Baca juga: Bawaslu Jelaskan Ada Tiga Aspek Potensi Masalah di Pemilu 2024
"Tanpa adanya perintah untuk melakukan perbaikan administrasi atau pemulihan kondisi yang dimungkinkan diberikan berdasarkan Perbawaslu 8/22 tentang penyelesaian pelanggaran administrasi," ia menambahkan.
Hingga JPPR melihat dengan putusan-putusan Bawaslu yang tidak memerintahkan untuk pemulihan atau perbaikan administrasi tersebut kepada jajaran KPU menjadikan sanksi administrasi hanya angin berlalu.
Lebih lanjut, Mita menuturkan, dalam konteks diperpanjangnya masa perbaikan ini tak bisa dipungkiri ihwal adanya problem teknis dalam tahapan proses pemilu.
“Namun hal itu seharusnya perlu dikelola tanpa mengabaikan prinsip kepastian hukum. Misal dengan merubah PKPU 10/23. Meskipun proses merubah PKPU itu bukan hal yang sederhana dan cepat,” jelas Mita.
"Karena kita tau jadwal tahapan yang menentukan KPU, masa KPU yang melanggarnya sendiri. Seharusnya ada upaya mengubah PKPU jika terdapat problem yang genting,” sambungnya.