Dikutip dari TribunJakarta.com, kualitas udara di Jakarta sempat jadi yang terburuk versi situs IQAir pada Selasa (8/8/2023).
Indeks Kualitas Udara (AQI) pada Selasa, sekira pukul 05.00 WIB, mencapai 160 dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 72 mikrogram per meter kubik.
Nilai tersebut, menempatkan kualitas udara Jakarta menjadi yang paling terburuk di dunia.
Disusul Johannesburg, Afrika Selatan (152); Beijing, Tiongkok (152); Santiago, Cili (131); dan Lahore, Pakistan (112).
- Penyebab Udara Buruk di Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai kualitas udara di DKI Jakarta buruk disebabkan karena adanya pengaruh udara dari timur yang bersifat kering.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro, udara dari timur itu merupakan siklus yang biasa terjadi di bulan Juni, Juli dan Agustus.
Ditambah adanya aktivitas ekonomi yang menambah tercemarnya kualitas udara di DKI Jakarta, seperti penggunaan bahan bakar, baik dari masyarakat maupun industri.
Terutama yang bersumber dari minyak dan gas.
"Jadi kalau dari segi bahan bakar yang digunakan di DKI Jakarta itu bahan bakar itu adalah sumber emisi itu adalah dari batubara 0,42 persen dari minyak itu 49 persen dan dari gas itu 51 persen," ungkap Sigit Reliantoro, dikutip dari Kompas TV, Sabtu (12/8/2023).
Sementara jika dilihat dari sektor-sektornya, penyumbang terbanyak pencemaran udara yakni dari moda transportasi dan industri.
"Dilihat dari sektor-sektornya, maka transportasi itu 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen," lanjut Sigit.
- Dampak Polusi Udara, ASN Pemprov DKI Bakal WFH Mulai September
Akibat polusi udara, banyak warga DKI Jakarta yang mulai mengalami beberapa gangguan kesehatan seperti batuk, pilek, alergi dan tenggorokan.