News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Ikut Putuskan Perkara Usia Capres Cawapres, Ketua MK Anwar Usman: Jabatan Milik Allah

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Ketua MK Anwar Usman saat menuju ruang pemeriksaan dalam agenda pemeriksaan terlapor oleh MKMK di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjelaskan hakim konstitusi harus mundur apabila perkara yang ditangani berpotensi terjadi konflik kepentingan yang melibatkan dirinya. 

Aturan itu termaktub dalam Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

Hal itu Denny sampaikan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Pernyataan tersebut ia utarakan kepada Ketua MK Anwar Usman yang turut memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Sebagaimana diketahui, putusan itu disebut membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. 

Menanggapi hal itu, Anwar Usman tegas mengatakan ihwal jabatan ditentukan oleh sang maha kuasa.

"Yang menentukan jabatan milik Allah, Tuhan yang maha kuasa," kata Anwar di kawasan Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa. 

Sebagai informasi, Anwar Usman saat ini berstatus sebagai adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak ia memperistri adik Presiden RI ke-7, Idayati.

Hal ini berarti putra sulung Jokowi, Gibran, secara silsilah kekeluargaan kini menjadi keponakan Ketua MK dua periode itu.

Baca juga: Ditanya soal Mahkamah Keluarga, Anwar Usman: Benar, Keluarga Bangsa Indonesia

Adapun berikut isi Pasal 17 ayat 5 dan 6 UU Kekuasaan Kehakiman:

(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. 

(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini