Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengatakan hingga saat ini bandar besar sindikat penempatan pekerja migran Indo wsia belum tersentuh.
Padahal, ia telah menyebutkan inisial nama-nama para bandar besar tersebut kepada Presiden, Menko Polhukam, hingga Kapolri.
Benny mengatakan sindikat tersebut juga terafiliasi dengan jaringan internasional.
Hal tersebut disampaikannya di sela kegiatan Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) Tahun 2023 di Tennis Indoor Senayan Jakarta pada Senin (18/12/2023).
"Karena kejahatan human trafficking ini kan tentu kejahatan yang melibatkan tidak hanya sindikatnya di Indonesia tapi juga di luar negeri," kata Benny.
"Tapi sayangnya bandar-bandar besarnya belum tersentuh. Saya sudah menyerahkan lima nama lho ke Pak Kapolri. Di Batam misalnya, ini satupun belum tersentuh. Kita bangga dengan 900 yang sudah ditangkap tersangka, tapi itu baru ikan teri, ikan kakapnya belum," sambung dia.
Ia meyakini menangkap para pelaku tersebut bukanlah hal yang sulit.
Hal tersebut, kata dia, karena BP2MI sudah melakukan pemetaan kantong-kantong daerah rekurtmen pekerja migran Indonesia ilegal.
Untuk itu, kata dia, hal yang paling penting adalah komitmen negara untuk benar-benar memerangi sindikat penempatan ilegal.
"Ini bisnis kotor, bisnis haram yang perputaran uangnya sangat besar. Sehingga saya katakan di depan presiden, Pak ini sulit disentuh karena dibackingi oknum-oknum yang memiliki atributif kekuasaan di negara ini. Oknum TNI terlibat, oknum Polri terlibat, oknum kementerian lembaga terlibat cawe-cawe, kemudian oknum BP2MI terlibat," kata dia.
"Saya ingin mengatakan fair, saya sedang membersihkan secara internal orang-orant di BP2MI yang selama ini terlibat dalam penempatan ilegal. Satu sudah kita pecat. Satu ASN tidak boleh promosi kenaikan pangkat. Tiga petugas kita di Bandara Soetta sudah kita pecat. Dan 30 orang kita berhentikan tugasnya di bandara Soetta dan kita ganti dengan orang-orang baru. Ini langkah tegas BP2MI," sambung dia.
Menurutnya, saat ini terdapat pergeseran tren terkait kasus tersebut.
Pergeseran yamg dimaksud, kata dia, dulu para korban penempatan ilegal berpendidikan rendah karena tidak mengetahui informasi yang benar.