Perlawanan Sobe Sonbai II
Upaya menentang Belanda selanjutnya dipimpin Sobe Sonbai II.
Sengitnya konflik antara Dinasti Sonbai dengan pihak kolonial kemudian memaksa Belanda menerapkan taktik pecah belah pada 1823.
Pihak Belanda kemudian menghasut kerajaan-kerajaan kecil di bawah naungan Dinasti Sonbai agar memisahkan diri. Dengan begitu, Belanda lebih mudah menyerang Dinasti Sonbai.
Politik pecah belah yang dilancarkan Belanda tampaknya berjalan cukup lancar.
Beberapa kerajaan kecil di bawah Dinasti Sonbai berangsur memisahkan diri.
Kerajaan kecil Kono dan Oematan benar terhasut oleh taktik Belanda yang membuat mereka memberontak terhadap Sonbai. Pemberontakan itu dikenal dengan peristiwa Perang Bijili tahun 1823.
Kemudian, kerajaaan lain seperti Amfoang, Pitai, Takaeb, juga turut memisahkan diri dari Dinasti Sonbai dan sesegera mungkin diakui kedaulatannya oleh Belanda.
Meskipun kondisi Sonbai agak runyam pada masa ini, dinasti itu tetap gagah dengan sikapnya yang menentang dan melawan Belanda.
Keteguhan sikap Dinasti Sonbai ini, ternyata menarik perhatian beberapa kerajaan kecil lainnya yang masih teguh melawan Belanda.
Pada 1836, Sonbai bersama tiga kekuatan kerajaan kecil yang memihak kepadanya, menyerang pusat pemerintahan Belanda di Kupang, NTT.
Serangan Sonbai dan sekutunya belum memberikan dampak yang besar dan dapat dikatakan gagal.
Pada 1847, Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke berbagai kekuatan di NTT.
Hasilnya, banyak wilayah yang dikuasai Belanda, tetapi tidak dengan Sonbai.