Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyoroti para pekerja migran Indonesia (PMI) yang kerap membayar biaya penempatannya secara pribadi.
Benny mengatakan, untuk penempatan mereka di luar negeri, para PMI masih perlu membayar sejumlah biaya. Di antaranya untuk paspor, visa, pelatihan, dan tiket pesawat.
"Faktanya kan hingga hari ini (PMI) membiayai sendiri. Paspor membiayai sendiri, visa biaya sendiri, medical check up biaya sendiri, biaya pelatihan sendiri, tiket pesawat membiayai sendiri, tes psikologi sendiri," ucap Benny, kepada wartawan di kantor BP2MI, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Terkait hal itu, Benny menilai negara belum konsisten untuk menjalankan perintah Undang-undang (UU) 18/2017 Pasal 30 Ayat 1 tentang pembebasan biaya penempatan bagi PMI.
"Itu artinya apa? Terjadi inkonsistensi negara, bahkan negara gagal untuk menunjukkan sebagai organisasi yang konsisten atas perintah undang-undang," jelasnya.
Sehingga, ia berharap, pemerintahan baru nantinya dapat mewujudkan amanat undang-undang tersebut.
"Pemerintah kedepan harus benar-benar mewujudkan perintah UU dengan meng-cover. Jadi, take over apa yang selama ini dibebankan kepada PMI, kemudian diambil alih menjadi beban negara," ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, hal tersebut sangat memungkinkan dilakukan. Benny menjelaskan, PMI yang berangkat ke luar negeri per tahunnya sebanyak 270 ribu orang.
Menurutnya, negara dapat mengaggarkan sebesar Rp 8,2 triliun, yang diperuntukan sebesar Rp 30 juta untuk setiap satu orang PMI.
"Negara tidak boleh pelit kalau bicara untuk kepentingan rakyat. Negara jangan pelit kalau bicara untuk kepentingan PMI. Apalagi mereka penyumbang devisa terbesar kedua pada negara ini," ucapnya.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani di kantor BP2MI, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).