Adapun dugaan perbuatan melawan hukum terkait pengadaan itu yakni memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas, dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Selain itu tidak meminta tanggapan tertulis kepada dewan komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL train 1 dan train 2.
"Bertindak mewakili PT Pertamina (Persero) memberikan kuasa kepada Yeni Handayani selaku SVP Gas dan Power PT Pertamina (Persero) tahun 2013 sampai dengan 2014 untuk menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) Corpus Christi Liquefaction Train 1 walaupun belum seluruh direksi PT Pertamina (Persero) menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD)," bunyi dakwaan jaksa.
Kemudian, Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014 Hari Karyuliarto menandatangani pemgadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan direksi di PT Pertamina.
Serta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina, yang kemudian tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.
"Tidak meminta tanggapan tertulis Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan RUPS serta tanpa adanya pembeli LNG Corpus Christi Liquefaction yang telah diikat dengan perjanjian bertindak mewakili PT Pertamina (Persero) dengan memberi kuasa kepada Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas PT Pertamina (Persero) tahun 2012 sampai dengan 2014 untuk menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) Corpus Christi Liquefaction Train 2 berdasarkan usulan Hari Karyuliarto tanpa didukung persetujuan Direksi, tanggapan tertulis Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Pertamina (Persero), serta tanpa adanya pembeli LNG," tulis dakwaan.
Harga pembelian LNG dalam kontrak tersebut itu disebut flat atau tidak mengikuti harga pasar yang terjadi.
Lantaran diduga tak mempertimbangkan sejumlah perhitungan, termasuk salah satunya daya beli pasar, akhirnya investasi itu berujung rugi.
Selain itu, investasi itu rugi lantaran kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.
Akibatnya kargo oversupply, PT Pertamina akhirnya membuat penjualan di pasar internasional dengan kondisi rugi.
Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan digunakan seperti tujuan awalnya.
"Bahwa pada tanggal 4 Desember 2013, bertempat di Houston, Texas, Amerika Serikat Yenni Andayani mewakili PT Pertamina (Persero) dan Meg Gentle mewakili Corpus Christi Liquefaction, LLC menandatangani SPA terkait pembelian LNG di Corpus Christi Liquefaction Train 1 dengan volume sebesar 39.680.000 MMBtu setara 0,76 MTPA atau sekitar 11,3 kargo (dengan asumsi 1 kargo = 3.500.000 MMBtu) dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tanggal 4 Desember 2013, Yenni Andayani juga menandatangani Omnibus Agreement antara Cheniere Energi Inc., Corpus Christi Liquefaction, dan PT Pertamina (Persero)," terang dakwaan.
Adapun uang senilai Rp1.091.280.281,81 dan 104,016.65 dolar AS diterima Karen sejak 28 April 2015 hingga 29 Desember 2015. Uang itu diterima melalui Tamarind Energy Management.
"Atas perbuatan terdakwa memberikan persetujuan untuk pembelian LNG PT Pertamina dari Corpus Christi, LLC tersebut, kemudian terdakwa menerima uang dari Blackstone sebagai pemegang saham dari Cheniere Energy, Inc melalui Tamarind Energy Management yang merupakan perusahaan yang didirikan oleh Gary Hing yang merupakan perwakilan dari terdakwa dan kemudian sebagiannya diterima oleh terdakwa melalui rekeningnya di Bank Mandiri dengan nomor rekening 1280095004781 atas nama Galaila Karen Kardinah (tabungan rupiah) dan nomor rekening 1030006215541 atas nama Galaila Karen Kardinah (tabungan dolar Amerika Serikat)," ungkap jaksa.