Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengaku tak setuju kegiatan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) disebut sebagai "bisnis".
Hal itu diungkapkan Benny, saat menjadi pembicara dalam acara Penandatanganan MoU dan Penyampaian Kuliah Umum, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Banten, Rabu (10/7/2024).
Benny menceritakan peristiwa ini terjadi saat dia baru menjabat sebagai pimpinan BP2MI.
Ia menilai, negara telah melakukan kejahatan terhadap PMI karena memaknai kegiatan penempatan pekerja sebagai bisnis.
"Saya berani mengatakan, begitu jahatnya negara ini kepada anak bangsanya sendiri, mereka yang disebut PMI.
Kalau melihat nomenklatur di peraturan perundang-undangan di negara ini, selalu menggunakan diksi 'bisnis proses', termasuk ketika pertama kali saya masuk BP2MI," kata Benny.
Baca juga: Benny Rhamdani Tak Yakin Cita-cita Reformasi Bisa Diwujudkan Pemerintahan Prabowo-Gibran
"Anda bisa bayangkan, negara menganggap bahwa penempatan pekerja sebagai bisnis," tambahnya.
Ia menegaskan, negara tidak boleh menganggap penempatan pekerja sebagai bisnis.
Benny kemudian menyoroti istilah lain yang kerap diujarkan penyelenggara negara terhadap beberapa PMI yang memiliki kendala di negara penempatannya, yakni disebut 'PMI bermasalah'.
"PMI-PMI yang di luar negeri, yang dipulangkan karena masalah konsuler, keimigrasian, over stayed, meninggal kemudian dikembalikan ke tanah air, PMI yang sakit dipulangkan ke Indonesia. Negara menggunakan istilah 'PMI bermasalah', ini kejahatan kedua negara kepada anak bangsanya," tuturnya.
Padahal, kata Benny, para PMI berangkat ke luar negeri itu sebagai korban dari kejahatan sindikat penempatan ilegal.
"Maka tidak boleh PMI diposisikan sebagai pihak bersalah atas kondisi yang dialami ketika mereka berada di luar negeri," jelasnya.
Kepala BP2MI itu juga mempermasalahkan diksi "pasar kerja".