TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Kajian Otonomi Daerah (Puskod) Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta bekerja sama Ikatan Alumni UKI menggelar diskusi publik dan peluncuran buku berjudul “Dispatches From Aceh, Conflict Resolution of Aceh 2002-2006” di Kampus Pascasarjana UKI, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Dr. Hendri Jayadi Pandiangan mengatakan publikasi hasil kajian dalam buku ini merupakan bentuk pengujian pendidikan hukum berdasarkan pengalaman lapangan dan dalam krisis-krisis besar kemamusiaan.
Dia menyebut pendidikan hukum perlu memampukan masyarakat hukum untuk mampu mengelola pola-pola pengakuan hukum dalam masyarakat yang berkonflik.
“Dalam proses pendampingan hukum dan advokasi publik, perlu melakukan beberapa upaya khusus untuk membuka komunikasi dengan berbagai pihak, yang menjadi inti resolusi konflik,” ujar Hendri Jayadi saat sambutan pada acara pembukaan.
Hendri mengatakan proses komunikasi ini dikuatkan dengan peran tahanan politik (tapol) dan narapidana politik (napol) dan keluarganya.
Dia berharap proses komunikasi tersebut dapat mengetuk pintu hati para penggiat perdamaian.
Ketua PUSKOD FH UKI Reinhard “Taki” Parapat mengatakan publikasi ini merupakan wujud peran dari PUSKOD FH UKI dalam melakukan kajian pengelolaan demokrasi lokal, baik dalam hal situasi unik maupun dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik dan cocok untuk masyarakat.
“Publikasi ini didedikasikan untuk para pihak dalam lingkup Universitas Kristen Indonesia dan dalam lingkup publik,” ujar Taki sapaan Reinhard Parapat.
Sementara itu, peneliti senior PUSKOD FH UKI Henry Thomas Simarmata menambahkan publikasi ini merupakan sari pengalaman resolusi konflik melalui pendampingan hukum tapol dan napol pada masa konflik Aceh.
Dia menyebut tulisan ini membatasi pada 2002 yaitu masa Darurat Militer sampai dengan tahun 2005,yaitu Amnesti Umum 2005.
Diskusi ini juga menghadirkan Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Periode 2007-2012 Muhammad Nazar sebagai penanggap.
Muhammad Nazar tercatat sebagai mantan tapol-napol di Aceh.
Pada kesempatan itu, Nazar mengatakan pengalaman berkonflik dalam sejarah Aceh cukup panjang dan oleh karena itu perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam.
Dalam hal ini, ada pengalaman personal saat ada upaya persekusi, penangkapan, dan penahanan.
Hal ini mewarnai pengalaman personal dalam situasi masyarakat berkonflik.