Hal senada juga disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis.
Azan di televisi itu bersifat rekaman elektronik. Umat Islam tidak perlu gelisah dan tidak perlu timbul salah paham.
“Itu azan elektronik. Jadi bukan azan suara di masjid yang dihentikan. Azan yang sebenarnya di masjid-masjid tetap berkumandang sebagai penanda waktu shalat dan ajakat shalat yang sesungguhnya,” kata Kiai Cholil.
Reaksi PBNU
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdallah mendukung kebijakan stasiun televisi tidak menyiarkan azan secara audio pada saat siaran langsung Misa yang dipimpin Paus Fransiskus di Jakarta itu.
Gus Ulil, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Katolik yang tengah beribadah.
“Saya juga mendukung anjuran Kementerian Agama kepada stasiun televisi untuk tidak menyiarkan azan secara suara, secara audio seperti lazim yang kita saksikan setiap hari. Ini untuk menghormati ibadahnya umat Katolik yang sedang disiarkan secara langsung pada jam 17.00 sampai jam 19.00,” ujar dia.
Ia menyampaikan, kebijakan Kementerian Agama tersebut menunjukkan penghargaan negara terhadap umat Katolik.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas yang menegaskan bahwa Kementerian Agama bukan saja milik umat Islam, tetapi juga seluruh agama.
“Kemenag tidak saja milik umat Islam, tetapi juga milik semua agama. Saya senang dan mendukung kebijakan Kemenag kali ini yang sangat toleran dan menghargai umat Katolik,” ujarnya.
Dewan Masjid Usulkan Misa dan Azan Tetap Disiarkan Bersamaan
Sementara, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla atau JK, menyarankan stasiun televisi untuk tetap menyiarkan azan disaat bersamaan dengan laporan pelaksanaan Misa Kudus Paus Fransiskus.
"Jadi saya sarankan sebagai ketua DMI agar TV di samping terus melaporkan tentang misa, juga ada tetap menyiarkan adzan. Jadi layar dibagi dua dan hanya lima menit azan maghrib," tegas JK.
JK menambahkan, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Islam terbanyak, tentu sangat mengutamakan toleransi. Dengan adanya seruan panggilan azan umat Islam yang bersamaan perayaan Misa umat Katolik yang bersamaan, justru jangan dihilangkan.
"Itulah yang paling indah antara kedua umat beragama. Solusi terbaik, saling menghargai dan saling toleransi," tambah Wakil Presiden Rai ke 10 dan 12 tersebut.
JK juga menyadari jika perayaan Misa disiarkan di televisi-televisi Indonesia akan sangat baik. Ia menyampaikan selamat datang untuk Paus Fransiskus yang dinilai sebagai kehormatan untuk Indonesia.
(Tribun Network/niz/fik/rin/wly)