Dia menilai gimik tersebut tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga oleh pihak lain.
"Bagi saya, drama ini mau dituntaskan karena publik sedang mempertanyakan dan ini viral. Tidak cuma hanya pemberian ini siapa, kepentingannya apa."
"Bahkan hal-hal kecil pun dalam peristiwa pesawat jet ini dibicarakan publik kemana-mana. Nah ini yang mau dihentikan (oleh KPK) daya marah publik terkait viralnya kasus ini dengan membangun gimik-gimik seperti ini," katanya dalam program Overview yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Rabu (4/9/2024).
Dengan analisanya itu, Feri pun menilai KPK tidak akan tuntas dalam mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
Selain gimik, dia menganggap deretan pimpinan KPK yang tersandung masalah turut menjadi faktor kasus ini tidak tuntas.
Sehingga, Feri mengatakan hanya pimpinan KPK yang memiliki integritas yang bisa menyelesaikan kasus semacam ini.
"Saya tidak melihat ada indikasi (KPK menyelesaikan) itu. Tidak ke arah itu. KPK yang saat ini, bagi saya, terlalu banyak kepentingan di baliknya dan komisionernya banyak masalah."
"Dan menghadapi lingkaran utama Istana adalah bukan perkara yang mudah. Butuh integritas dan kapasitas untuk menyelesaikan kasus semacam ini," katanya.
Tak Punya Taji Imbas Revisi UU KPK, Jadi Dekat dengan Eksekutif
Sementara peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menganggap KPK tak memiliki taji atau keberanian dalam mengungkap kasus dugaan gratifikasi Kaesang.
Zaenur menganggap hal itu akibat revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tak cuma itu, dia juga mengungkapkan tidak adanya taji dari lembaga antirasuah untuk mengusut kasus ini semakin terlihat dari komposisi pimpinan yang dianggapnya kerap tersandung masalah.
"Ya tentu ini buah dari kombinasi revisi Undang-Undang KPK juga konfigurasi pimpinan KPK yang saat ini masih menjabat."
"Bahkan ini waktu give away dari Mahkamah Konstitusi kepada pimpinan KPK saat ini menjabat," katanya dalam program Overview Tribunnews, Rabu (4/9/2024).
Zaenur mengatakan revisi UU KPK yang menjadikan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif menjadi wujud bagaimana pelemahan terhadap KPK.