Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap di persidangan, pengumpulan dana Corporate Social Responsiblity (CSR) dari 4 perusahaan smelter swasta dalam kasus timah berawal dari pesan mantan Kapolda Bangka Belitung Brigjen Saiful Zachri kepada Harvey Moeis.
Adapun pesan itu disampaikan Saiful usai mendapat laporan dari Harvey terkait kerja sama pengelolaan bijih timah antara PT Timah Tbk dan 5 smelter swasta yang berhasil terlaksana.
Fakta itu diungkapkan Harvey Moeis saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa crazy rich Helena Lim Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Informasi itu bermula ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami awal mula pengumpulan dana CSR oleh perusahaan smelter swasta.
Baca juga: Saat Bos Timah Bangka Tamron Tak Mau Sebut Total Setoran Dana CSR Rp 122 Miliar Ke Harvey Moeis
Adapun terkait dana tersebut, Harvey Moeis membantah istilah yang digunakan bukanlah dana CSR melainkan uang kas sosial.
"Tadi kemudian saudara menggunakan istilah kas. Itu gimana ceritanya?" tanya Jaksa.
Harvey Moeis menjelaskan hal itu bermula saat pertemuannya dengan eks Kapolda Saiful Zachri di mana ia melapor sudah ditemukannya solusi untuk membantu produksi bijih PT Timah Tbk.
Baca juga: Kepada Hakim, Sandra Dewi Mengaku Rutin Diberi Hadiah iPhone Setiap Tahun oleh Harvey Moeis
Adapun pada pertemuan itu Saiful kata Harvey Moeis sempat menyampaikan pesan kepada dirinya setelah berhasil membantu PT Timah.
"Solusinya tadi kerja sama smelter?" tanya Jaksa.
"Betul pak, harapannya negara bisa untung dan lain-lain pak, lalu beliau (eks Kapolda) bilang: Ya sudah bagus, kerja yang baik. jangan lupa sama masyarakat dan lingkungan," kata Harvey Moeis menirukan ucapan eks Kapolda Babel.
Setelah mendapat pesan itu, kemudian Harvey Moeis pun berinisiatif berbicara dengan para petinggi kelima smelter untuk mengumpulkan dana CSR atau uang kas dengan dalih bentuk perhatian terhadap masyarakat dan lingkungan.
Dari hasil pertemuan itu kemudian disepakati besaran dana CSR yang nantinya akan dikumpulkan yakni 500 USD per ton.
"Ketika itu, makanya kita berembuk, jadi bagaimana caranya kita memperhatikan masyarakat dan lingkungan itu makanya kita sepakati ketika itu, kita coba pakai acuan pak, benchmark adalah 500 USD per ton. Tapi itu sifatnya adalah sukarela, tidak ada hitam di atas putih," ucap Harvey Moeis.
Terkait hal ini, Harvey Moeis pun mengakui bahwa yang memiliki inisiatif mengumpulkan dana CSR tersebut adalah dirinya sendiri.
Hanya saja kata Harvey, PT Refined Bangka Tin (RBT) yang ia wakili tak turut menyumbangkan dana CSR yang telah disepakati tersebut.
Pasalnya ucap Harvey, PT RBT telah memiliki program tersendiri yang sudah dijalankan sebelum adanya kerja sama dengan PT Timah.
"Yang kerja sama dengan PT Timah kan 5. Apakah lima-limanya punya komitmen yang sama untuk pembayaran?" tanya Jaksa.
"Saya ada sampaikan ke Pak Suparta juga. Ketika itu pak Suparta tidak ikut di rapatnya. Saya sampaikan saya bilang: Kita dapat amanah seperti ini, saya ada ide kayaknya kita mau adopsi programnya RBT, reklamasi berkelanjutan untuk lingkungan. Ketika itu pak Suparta bilang: Oke, bagus. RBT jalan sendiri. Karena RBT yang sedang menjalankan program itu pak. Jadi RBT tidak ikut pak," jelas Harvey.
Hingga akhirnya terkait urunan dana CSR itu pun kata Harvey hanya diikuti 4 smelter swasta di mana masing-masing sepakat membayar 500 USD per ton dari hasil pengolahan logam timah.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Harvey Moeis secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.