Dia melakukan pemukulan itu dua kali.
Pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut juga berusaha melukai korban ketika berada di basement.
Dia sengaja menginjak gas mobilnya saat korban masih duduk di lantai dan bersandar di pintu.
"Si pelaku melihat korban berada di sisi kendaraan yang sedang duduk. Namun (pelaku) memasuki di kemudi kendaraan, tidak ada kata 'awas' dari si pelaku," ujar dia.
Divonis Bebas
Namun Pengadilan Negeri Surabaya secara mengejutkan memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus kematian janda asal Sukabumi, Dini Sera Afrianti. Ronald dan Dini diketahui saat itu statusnya adalah pacar.
Sidang putusan itu diketuai Erintuah Damanik, Rabu (24/7/2024).
Ia menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum, meskipun tuntutan awalnya mencapai hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 KUHP.
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa," ujar Ketua Majelis hakim dalam pembacaan putusannya di ruang sidang Cakra.
Tiga hakim yang menyidangkan kasus tersebut adalah Erintuah Damanik selaku hakim ketua dengan anggota Heru Hanindyo dan Mangapul.
Tiga Hakim Ditangkap
Namun kasus tak berhenti sampai disitu, kejaksaan yang tak puas dengan keputusan hakim tersebut terus mengawasi pergerakan ke tiga hakim tersebut.
Keputusan dinilai janggal, karena telah ada pengakuan terdakwa dan bukti.
Saat waktunya tiba, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Kejagung, yang menyasar tiga hakim: Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Ketiga hakim ini diduga menerima suap untuk memutuskan vonis bebas bagi Tannur, sebuah keputusan yang mengundang banyak kritik.
Pihak berwenang juga menangkap pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi ini.