Artinya, uang yang masuk dari penjualan tekstil tak mampu menutupi ongkos produksinya.
Kerugian Sritex juga tercatat hingga triliunan.
Pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun.
Lantas sepanjang semester pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.
Sejarah Berdirinya Sritex
Berikut ini sejarah berdirinya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, perusahaan tekstil terbesar se-Asia Tenggara.
Diketahui Sritex asal Sukoharjo ini telah menjadi perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara yang memasok seragam militer untuk 35 negara, mulai dari Eropa, Asia hingga Timur Tengah.
Namun kini, Raksasa tekstil Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Keputusan Sritex pailit itu berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor padai Senin 21 Oktober Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo ini digugat pailit oleh vendornya PT Indo Bharta Rayon karena polemik utang yang belum terbayarkan.
Sritex bersama dengan perusahaan afiliasinya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dianggap telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kewajiban kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon.
Sejarah PT Sritex
Sritex lahir berawal dari kerja kerja keras seorang pengusaha berdarah Tionghoa, Almarhum H.M Lukminto,
Sritex bermula dari usaha kios kecil bernama UD Sri Rejeki di Pasar Klewer, Kota Solo yang didirikan Lukminto pada 1966.
Lantas 1968, Lukminto akhirnya membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo, mengutip sritex.co.id.
Pada tahun 1978, Sritex terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas.
Lantas pada 1982, Lukminto mendirikan pabrik tenun pertama.