"Dia berbicara di depan forum internasional bahwa di Indonesia ada pola begitu. Habis itu, dia pulang dipecat karena bercerita ini (terkait modus mafia peradilan)," tuturnya.
Selanjutnya, Mahfud juga mengungkapkan mafia peradilan bisa sampai memesan penyidik ke Kapolres hingga menentukan pasal yang akan disangkakan terhadapnya.
Bahkan, tak cuma hakim, mafia peradilan juga bisa menentukan jaksa.
"Kalau saya punya perkara, saya bisa titip ke Kapolres kalau di kabupaten. 'Tolong dong hakimnya, Pak, itu Pak itu'. Nanti pasalnya ini yang dituduhkan, hakimnya ini. Itu mafia," kata Mahfud.
Mahfud menuturkan pola mafia peradilan melakukan aksinya masih sama seperti yang diungkapkan oleh Sahlan di era Reformasi.
Namun, yang membuat kaget Mahfud adalah modus seperti ini sudah sampai ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Polanya masih sama ini. Tapi ini tingkatnya sudah sampai ke Mahkamah Agung, lho," katanya.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan hakim-hakim yang sudah terlanjur berurusan dengan mafia peradilan ini akan dalam kondisi tersandera.
Dia meyakini hakim-hakim tersebut sudah ditekan oleh pihak mafia peradilan agar tetap bekerjasama.
"Pasti ditekan oleh orang yang pernah lewat dia. Nggak bisa lepas mesti," ujar Mahfud.
Menurutnya, kondisi semacam itu juga terjadi terhadap eks pejabat MA, Zarof Ricar.
Seperti diketahui, Zarof Ricar ditangkap oleh Kejagung karena diduga menerima suap terkait kasasi yang diajukan oleh terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Dalam penggeledahan yang dilakukan, Kejagung menemukan uang sebesar Rp920 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
"Untuk apa dia menyimpan uang hampir Rp1 triliun dan (menyimpan) di rumah lagi," ujar Mahfud.