News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Bos Smelter Suwito Berurai Air Mata dalam Sidang Korupsi Timah: Kakek Saya Penambang di Babel

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisaris perusahaan smelter swasta PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan berurai air mata dalam sidang kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Adapun hal itu terjadi saat dirinya bersaksi dalam persidangan.

Ia menjelaskan terkait penambang masyarakat di Bangka Belitung (Babel). 

"Terkait dengan kerusakan lingkungan saya mau tanya saudara saksi Pak Suwito dan Bu Rosa sudah lama tinggal di Babel," tanya kuasa hukum Robert Indarto di persidangan dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Terdakwa General Manager (GM) PT Tinindo Internusa Rosalina, mengatakan dirinya bukan asli Bangka Belitung. 

Sementara terdakwa Suwito menerangkan dirinya asli Bangka Belitung. 

Kemudian kuasa hukum menanyakan terkait dengan kerusakan lingkungan.

Baca juga: Sidang Kasus Timah, Saksi Ahli Jelaskan Ketidaktepatan Penggunaan UU Tipikor

Jaksa mendakwa ada kerusakan lingkungan yang sangat besar di Bangka Belitung imbas tambang timah ilegal. 

"Yang ingin saya tanyakan saudara saksi sebagai sejak lahir asli Babel. Bisa saudara saksi bantu jelaskan fakta sesungguhnya seperti apa. Kerusakan yang terjadi di mana apakah sudah berlangsung sejak lama?" tanya kuasa hukum. 

Suwito menerangkan kerusakan lingkungan terjadi sejak lama. 

Penambangan di Babel itu dilakukan sejak zaman Sriwijaya, Belanda.

"Nenek moyang dibawa Belanda untuk bangun Bangka. Kakek saya penambang. Sejak tahun 2000 baru masyarakat diberi untuk menambang. Setelah kita menjadi Babel. Itu yang terjadi," kata Suwito. 

"PT Timah melepas, mengatakan bahwa cadangan mereka habis. Mereka tidak mau membayar royalti. Setelah kita menjadi provinsi. Provinsi baru memberi IUP ke swasta-swasta dan PT Timah tidak memberikan royalti," jelasnya. 

Baca juga: Harvey Moies Bakal Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Timah Senin 9 Desember 2024

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini