Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Saat berziarah di makam Sunan Muria di Kudus, peziarah akan menemui sejumlah pedagang yang menjajakan buah parijoto di kompleks wisata religi itu.
Buah dengan warna ungu kemerah-merahan saat matang itu dijual dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 20.000.
Buah tersebut berukuran cukup kecil dan menggerombol dalam setiap tangkainya. Rasa buahnya asam bercampur dengan sepat.
Konon jika wanita hamil makan buah itu maka anak yang dilahirkan bisa berwajah tampan atau cantik dengan kulit putih dan halus.
Begitu pula bagi pasangan yang belum memiliki anak. Dengan memakannya, dipercaya dapat segera mempunyai momongan.
"Buah ini dipercaya dapat membuat sang jabang bayi cakap saat dilahirkan. Parijoto merupakan tanaman peninggalan atau warisan Sunan Muria," kata Ketua Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) Pegunungan Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Muhamad Sokib Garno Sunarno, Selasa (19/7/2016).
Selain itu, parijoto juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain sariawan, diare, dan kolesterol.
Parijoto, kata dia, merupakan tanaman yang tumbuh di lereng-lereng pegunungan dan di hutan yang berada di ketinggian 800 hingga 2.300 meter di atas permukaan laut.
Di Pegunungan Muria Kudus, parijoto banyak tumbuh di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut.
Namun, saat ini, parijoto sudah dibudidayakan sebagai tanaman hias karena bentuk buahnya yang cukup menarik dengan warna mencolok.
Tanaman yang termasuk jenis perdu dengan nama latin Medinilla Speciosa serta Anggur Asia (Showy Asian Grapes) itu merupakan primadona Pegunungan Muria, Kudus.
"Tidak ada waktu tertentu untuk panen parijoto. Buah ini dapat dipanen setiap saat," imbuh Sokib.
Parijoto yang ditanam di hutan rakyat Pegunungan Muria tersebut dikelola warga setempat. Ada sekitar lima petani yang mengelola tanaman yang berada di lahan seluas dua hektare tersebut.