Bukan di masjid, bukan di madrasah, atau di Pondok Pesantren. Namun di Aula Gereja Katolik dan di Aula Gereja Toraja. Subhanallah!
Menariknya dari empat cabang yang dilombakan, dua cabang ditempatkan di aula Gereja yakni (1) Cabang Tilawah Anak-Anak dan Dewasabertempat Panggung Utama Plaza Kolam Makale; (2) Cabang Hifdz Qur'an 1 dan 5 Juz Tilawah bertempat di Masjid Raya Makale; (3) Cabang Hifdz 10 dan 20 Juz bertempat di Aula Gereja Katolik Makale; dan (4) Cabang Hifd 30 Juz, Tafsir dan Hadis bertempat di Aula Gereja Toraja Makale.
Nah, dari perspektif kerukunan hidup umat beragama, yang membuat hati saya “gemetar" sekaligus “bangga" adalah adanya proses dialektika dan dinamika yang begitu luhur dan jujur dalam berfastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan, berpartisipasi dalam menyukseskan agenda musabaqah.
Bukan hanya aspek penyelenggaraan tetapi juga prestasi STQH-nya. Misalnya dari pengurus atau majelis Gereja Katolik dan Gereja Toraja begitu suka rela “menyumbangkan" pikiran dan tenaga dalam kepanitiaan.
Mereka juga rela aula Gereja digunakan menjadi media pendidikan, dakwah, dan syiar umat Islam-li i'laai kalimatillah melalui musabaqah tilawah dan hifdzil Quran dan Hadis Rasul. Menurut saya, ini merupakan wujud toleransi dan harmoni kerukunan umat yang hakiki dan sejati.
Dalam kajian kerukunan umat beragama, filosofi dan hakikat toleransi umat beragama itu jika terpenuhi tiga unsur.
Tiga unsur dimaksud, pertama keyakinan adanya perbedaan. Kedua, sikap saling menghormati terhadap perbedaan. Ketiga, adanya perilaku kerja sama yang saling memberi dan menerima (take and give) dengan niat dan tujuan hidup bersama, interaksi bersama dan sukses bersama, yangtidak sama sekali menghitung “untung ruginya”.
STQH “Toraja” Tahun 2019 ini dihadiri para tokoh umat beragama“to maraja-nya" Sulawesi Selatan antara lain shohibul bait Bupati, Wakil Bupati Tana Toraja, Ketua dan Anggota DPRD Tana Toraja, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Prof Muhammadiyah Amin, Kakanwil Kemenag Sulsel H Anwar Abubakar, serta undangan penting lainnya.
Saya yakini akan meraih sukses besar, di samping sukses pelaksanaan, sukses prestasi, juga akan memperlihatkan kepada dunia akan sukses kerukunan, toleransi, dan harmoni umat beragama.
Itu penting karena menjadi syarat terwujudkan pembangunan manusia yang berkualitas, berkeadilan, dan bermartabat sekaligus menjadi wahana turunnya berkah dan rahmat Tuhan di bumi NKRI, khususnya Sulawesi Selatan.
Kondisi yang begini baik karena hadirnya komunikasi batin yang terjadi di bawah komando “tiga imam besar" yaitu Gubernur Sulsel Prof Dr Nurdin Abdullah, Bupati Tana Toraja Ir Nicodemus Biringkanae, dan Kakanwil Agama Sulsel H Anwar Abubakar MPd, serta hadirnya sikap dan perilaku “sami'na wa atho'na" dalam kehidupan umat beragama kepada imam atau pemimpinnya.
Tana Toraja, maaf menurut pandangan saya, merupakan terminologi simpel (qaulan layyinan) namun memiliki makna filosofi dan kearifan lokal Sulawesi Selatan yang luar biasa dalamnya.
Kata “Toraja”bisa berasal dari bahasa Bugis “to riaja" yang berarti orang yang tinggal di negeri atau daratan tinggi, karena memang Tana Toraja berada di ketinggian ; bisa juga dari kata “tau raja" yang berarti orang raja atau bangsawan; namun dari aspek sosiologis-filosofis “Toraja" memiliki makna “to maraja", orang yang memiliki kedudukan tinggi karena kebaikan hati, pikiran dan perilakunya semakna dengan istilah “to malebbi, to madeceng, to makessing, to maraja, to macinnong, to makanjak”. Selamat Ber-STQH, Semoga Sukses!(AS Kambie)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Lomba Hafal Quran Digelar di Aula Gereja, Dewan Hakim Bergetar Melihat Kerukunan Sejati di Toraja,