Setelah beberapa bulan anaknya mengikuti PKL, Riswanto tidak menaruh curiga hingga akhirnya ia menerima surat dari PT Sentra Buana Utama tertanggal 2 Maret 2010, memberitahukan bahwa kapal KM Jimmy Wijaya tempat Agil bekerja mengalami hilang kontak per 6 Februari 2010 pukul 04.00 WIT.
Riswan menerima surat dari petugas pos perihal kabar kurang sedap itu. Dalam surat itu disebutkan Agiel bekerja mulai tanggal 27 Februari 2010.
"Saya percaya itu PKL, dapat surat ditujukan kepada saya orangtua, dalam surat itu lost contact. Di situ saya kaget, kok di sini dapat dari PT, setahu saya anak lagi PKL," katanya saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).
Waktu itu, Riswanto menelepon perusahaan pemberi surat menanyakan soal PKL. Kenyataannya, Agiel dan teman-temannya disalurkan calo untuk bekerja di kapal.
Pihak perusahaan pun memberitahukan bahwa masih mencari kapal tersebut.
Riswanto akhirnya mendatangi sekolah tanpa terlebih dahulu memberitahukan tentang kejadian hilangnya kapal yang ditumpangi anaknya. Ketika ditanya soal PKL, kepala sekolah bilang baik-baik saja.
"Waktu itu dijawab baik-baik saja. Saya tanya kerja di mana anak saya, dan dijawab baik-baik saja. Surat (dari perusahaan) saya banting di meja, begitu baca gemeter," ucapnya.
Saat itu Riswanto menanyakan mengenai PKL yang ternyata dipekerjakan oleh perusahaan. Akhirnya ia berangkat ke Bali untuk mendapatkan kejelasan mengenai nasib anaknya.
Awal pencarian, ia sempat mengalami kesulitan sampai akhirnya bisa bertemu dengan perusahaan.
Riswanto mendapatkan bukti kontrak kerja, dan pihak perusahaan mendapatkan tenaga kerja dari calo ke calo. Perusahaan sendiri menerima mereka bekerja karena memiliki KTP yang diketahui palsu.
"Dalam kontrak kerja itu 6 bulan, ternyata anak saya sudah teken (tanda tangan). Intinya anak saya tidak mengetahui," ucap pria yang saat ini mengaku tinggal di Jakarta.
Setelah mendapatkan bukti-bukti kuat soal penipuan, Riswanto pun melaporkan ke pihak kepolisian. Namun hingga hampir 1 tahun, kasus tersebut tidak jelas ujungnya.
Riswanto pun mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dibuatkan lah surat tembusan ke Polda Bali dan Polda DIY.
Sampai akhirnya masuk ke ranah persidangan, dan kepala sekolah beserta guru divonis bebas. Riswanto terus berupaya mencari keadilan.