"Kaget. Setengah mati kaget," tambahnya.
Awalnya, NM berusaha memendam cerita itu seorang diri karena pernikahannya tinggal hitungan hari.
Sang suami pun saat itu sudah meminta maaf padanya sehingga NM merasa tidak perlu memperpanjang masalahnya.
Menemukan Curhatan Suami
Saat tanggal pernikahan semakin dekat, NM menemukan percakapan Whatsapp suami dengan orang terdekat yang masih merupakan keluarga.
Menurutnya, sang suami menceritakannya dengan pandangan yang buruk.
Ia mengeluhkan NM yang tetap bekerja di hari libur.
Padahal, sebelumnya NM pun telah mendiskusikannya dan suaminya mengizinkan.
NM pun heran dengan sikap laki-laki tersebut.
"Yang aku tahu, dia bilang dia suka sama wanita yang mau kerja, dia suka sama wanita yang mandiri, dan dia suka sama pekerjaanku," tuturnya.
"Bingung mau marah tapi nggak bisa," sambung NM.
Saat itu, NM ingin langsung menanyakannya pada sang suami tapi lagi-lagi ia memikirkan tanggal pernikahannya yang sudah semakin dekat.
Persiapan pernikahannya pun sudah sangat matang.
Karenanya, NM berpikir untuk mendiskusikannya dengan baik-baik setelah mereka menikah.
Kendati demikian, menjelang pernikahannya, NM mengaku tak berhenti merasa ketakutan dan gelisah.
"Setiap ingat wajah dia aku langsung ketakutan," ujarnya.
Namun, NM berusaha untuk menampik segala prasangkanya.
Sampai akhirnya, pernikahan itu benar-benar terlaksana.
Semua ketakutannya teredam oleh ucapan 'Sah!' di akad nikah.
Suami Berubah
Hingga hari ketiga pernikahan, semua berjalan dengan normal.
Keduanya pun masih sama-sama mengambil cuti dan menikmati waktu-waktu berdua di rumah.
Namun, di hari keempat, NM menceritakan, sang suami berkunjung ke rumah temannya dan pulang larut malam.
Suaminya pun langsung tidur dan seolah menjauhinya.
NM masih berusaha berpikir positif.
Hingga akhirnya di hari kelima, suami NM tiba-tiba mengatakan akan berangkat kerja, padahal jadwal cutinya belum habis.
"Padahal hari itu juga adalah peringatan 'sepasaran', kata orang Jawa," kata NM.
"Jadi sebelum sepasar si pengantin nggak boleh kerja dulu," sambungnya.
Kemudian, sang suami tiba-tiba mengabari akan tidur di rumah orang tuanya.
NM merasa aneh namun ia mengalah untuk menyusul suaminya.
Bahkan, NM pun membawakan banyak makanan untuk orang-orang di rumah mertuanya.
Namun, NM mengaku tidak disambut baik oleh keluarga suaminya.
Sikap itu sangat berbeda dengan sikap mereka sebelum NM menikah.
Keanehan semakin banyak dirasakan NM setiap harinya.
Bahkan sang suami pun sempat memilih tidur di depan televisi daripada di kamarnya.
Sampai akhirnya pada hari ke-12, NM mengalami muntaber.
Ia merasa suaminya tak ada perhatian sedikit pun untuknya.
"Kamar mandi cuma ada satu di lantai 1 dan aku setiap muntah ke sana dia tahu tapi sama sekali nggak tanya," kisahnya.
Sang suami pun tetap berangkat kerja, meninggalkannya seorang diri.
Akhirnya, karena semakin merasa lemas, NM menelpon orang tuanya agar menjemput.
Setelah itu, NM berusaha mengabari suaminya untuk menyampaikan bahwa dirinya sakit dan berada di rumah orang tuanya.
NM meminta sang suami menyusul namun suaminya menolak.
"Aku juga pusing tadi makan gulai kambing, ya sudah kamu tidur di sana aja," begitu tutur suaminya yang NM tirukan.
Ia pun akhirnya mengutarakan semua isi hatinya pada sang suami.
Suaminya hanya mengucapkan maaf dan tidak bereaksi apa-apa.
Melihat kondisi anaknya, ayah NM pun langsung menemui keluarga menantunya.
Ketika suami NM ditelfon anggota keluarganya, ia hanya mengatakan sudah tidak dapat melanjutkan pernikahannya lagi.
Melalui pesan singkat, suami NM menyampaikan bahwa ia masih memiliki trauma yang belum hilang.
"Aku nggak paham dia trauma apa tapi dia dulu pernah gagal nikah," kata NM.
"Dulu dia sudah tunangan dan mendekati hari H pernikahannya batal," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)