Selama menghadapi kasus gugatan tersebut, Ramisah didampingi oleh Pusat Bantuan Hukum dan Jaringan Kerja Relawan Hak Asasi Manusia.
“Saya kepontang-panting menghadapi kasus gugatan itu. Sebab saya orang bodoh. Untung saya ketemu Mas Misrin, Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jaringan Kerja Relawan Hak Asasi Manusia (Jakerham). Saya sekarang didampingi oleh dia,” akunya.
Beli tanah dicicil selama satu tahun
Sementara itu Misrin dari Pusat Bantuan Hukum PBH Jakerham mengatakan, kasus tersebut bermula dari penggugat yang merupakan anak kandung Ramisah merantau di Malaysia mengirimkan sejumlah uang.
Mariyanah mengira uang yang dikirimkan ke orangtuanya untuk membeli tanah yang kini disengketakan.
Padahal tanah tersebut dibeli oleh Ramisah dan suaminya seharga Rp 32 juta dan dibayar dengan cara dicicil selama 1 tahun.
“Lahan yang digugat anak kandung klien saya, dari uang tabungan klien saya dan suaminya yang telah meninggal dunia. Harganya Rp 32 juta dan diangsur selama 1 tahun, “ jelas Misrin.
Misrin menambahkan, akan melaporkan balik anak kliennya, yang telah menjual sawah dan membabat tanaman padi yang tumbuh di sawah tersebut.
Tinggal di kos, anak dipenjara
Sementara itu Purwanti kuasa hukum Mariyanah mengatakan kliennya tidak ingin mengusai seluruh lahan yang disengketakan.
Namun ia hanya ingin memiliki tempat tinggal di atas sebagian tanah terebut.
Setelah 27 tahun merantau, menurut Purwanti, kliennya tidak punya apa-apa saat kembali ke Kendal.
Menurut pengakuan Mariyanah, ia mengirim uang melalui bapaknya.
"Melihat ke belakang tanah itu dibeli dari uangnya Maryanah melalui bapaknya. Dia ingin punya rumah dan tempat tinggal di Kendal," kata Purwanti.