"Bukan soal kekejaman saja, tapi (konsumsi daging anjing) juga menjadi ancaman kesehatan dan keamanan untuk masyarakat luas," ungkapnya.
Karin menyebut, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah lama mengatakan salah satu faktor penyebaran penyakit rabies perpindahan antardaerah atau melalui transportasi.
"Seperti kebanyakan orang sudah tahu juga, kebanyakan anjing dengan tujuan dikonsumsi berasal dari Jawa Barat, sedangkan Jawa Barat (berstatus) belum bebas rabies, ini sangat riskan," ungkap Karin.
Hasil investigas DMFI juga menyebut 98 persen sumber daging anjing di Solo berasal dari Jawa Barat.
Baca juga: Desak Gibran Larang Perdagangan Kuliner Daging Anjing di Solo, DMFI: Bukan Hanya soal Kekejaman
Dipukul sebelum Dibunuh
Sementara itu Tim koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) Kota Solo, investigasi pada 2019 menyebut, setidaknya satu truk bisa datang tiga kali dalam seminggu ke kawasan Solo Raya.
"Satu truk itu mininal membawa 100 ekor anjing. Bila seminggu 3 kali, maka kurang lebih ada 300 ekor anjing."
"Jadi kalau sebulan bisa kurang lebih 1.200 ekor," ungkap Mustika, Senin (19/4/2021), dikutip dari TribunSolo.com.
Anjing-anjing tersebut kemudian didistribuskan ke pengepul sebelum akhirnya dibunuh untuk jadi santapan.
Investigasi yang didapat DMFI, penyembelihan anjing dilakukan dengan beberapa metode.
Ada yang digelonggong hingga diketok kepalanya menggunakan besi atau kayu.
"Kalau di kawasan Klaten, dulu itu kebanyakan ditenggelamkan. Kalau di Solo kebanyakan diketok kepalanya," jelas Mustika.
"Sementara di Wonogiri, mungkin diketok kepalanya dulu kemudian dibakar. Jadi sekarang itu ada daging anjing guling," tambahnya.
Baca juga: Ibu Mayat Bayi Digigit Anjing Ditangkap, Tersangka Masih 21 Tahun, Pacarnya Berstatus Mahasiswa
Metode diketok kepalanya, dipercaya para penikmat bisa menambah kenikmatan olahan.