TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM bergerak mengumpulkan fakta terkait peristiwa baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Terbaru Komnas HAM mendatangi rumah almarhum Brigadir J di Desa Suka Makmur, Unit 1, Sungai Bahar, Muaro Jambi, Sabtu (16/7/2022).
Tim Komnas HAM tersebut dipimpin Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Mereka mendatangi rumah orangtua Brigadir J sekira pukul pukul 14.00 WIB.
Sekitar lima jam lamanya, tim Komnas HAM mengumpulkan sejumlah fakta terkait kematian Brigadir J.
Mereka mengumpulkan bukti-bukti dan meminta sejumlah keterangan kepada pihak keluarga.
Baca juga: Soal Perlu atau Tidaknya Irjen Ferdy Sambo Dinonaktifkan, Wakapolri: Dalam Proses, Tunggu Saja
Tampak dua orang wanita, memegang kertas sembari melakukan tanya jawab ke sejumlah keluarga sambil membawa sejumlah kertas.
Choirul Anam mengatakan hasil dari penelusuran yang dilakukan pihaknnya terhadap keluarga Brigadir J menemukan adanya perbedaan dengan yang selama ini beredar di publik.
Namun, ia tidak merinci perbedaan apa yang dimaksud.
Baca juga: Rumah Kadiv Propam Ferdy Sambo Dijaga Polisi, Olah TKP Kembali Digelar
"Yang sudah beredar di publik (dengan yang kami dapatkan) sangat berbeda. Sangat membantu untuk menuju bagaimana terangnya peristiwa," kata Choirul Anam kepada Tribunjambi.
Dia menyebut foto-foto yang didapatkan pihaknya juga lebih banyak dibandingkan yang beredar di publik.
Tak cuma itu, Komnas HAM juga mendapatkan penjelasan detil dari setiap foto yang diberikan pihak keluarga.
Dalam melaksanakan tugas untuk mengungkap kebenaran atas peristiwa ini, Komnas HAM mendasarkan pada langkah-langkah sistematis.
Mereka berangkat dari fakta dan kebutuhan akan fakta tersebut.
Makanya untuk opsi autopsi ulang atau tidak, belum diputuskan saat ini.
Baca juga: DPR Minta Polri Jelaskan soal Temuan Senjata dalam Kasus Penembakan Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo
"Kalau kebutuhannya harus ada autopsi lagi, kami akan minta. Komnas HAM pernah ya lakukan itu, seperti kejadian di Lubukpakam," katanya.
Dia menjelaskan, Komnas HAM sudah bekerja sejak mendapatkan informasi peristiwa yang dirasa aneh ini.
"Sejak awal dapat informasi kami sudah bekerja di tim. Kami kumpulkan informasi, lalu analisa, dan barulah bersinggungan pihak luar," ujarnya.
Pihak luar pertama yang mereka temui untuk mendapatkan keterangan adalah datang ke Jambi untuk menemui keluarga Yosua Hutabarat.
Sementara keluarga Irjen Ferdy Sambo, penyidik kepolisian, dan pihak lainnya, belum ditemui.
"Kami belum masuk ke rumahnya sebagai TKP, belum juga berhubungan dengan forensi. Langkah pertama kami adalah mengambil keterangan dari keluarga," katanya.
Pada penyelidikan kasus, mereka memastikan harus ada akuntabilitas.
"Salah satunya adalah semua informasi harus bisa kami dapat. Ada mandat undang-undang (untuk Komnas HAM), memungkinkan untuk itu," ungkapnya.
Dia mengapresiasi keputusan Kapolri yang menghadirkan tim khusus untuk ungkap fakta sebenarnya dalam peristiwa ini.
"Kami memang memilih jalan sendiri, tapi kami tetap berkoordinasi," kata Choirul Anam.
Harapan Ayah Brigadir J
Sementara itu, Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J berharap kedatangan Komnas HAM ke Jambi dapat membuka titik terang atas kematian anaknya.
"Semoga Komnas HAM sebagai lembaga yang bisa dipercaya untuk membuka seterang-terangnya permasalahan ini," kata Samuel ke pada tribun, usai kunjungan Komnas HAM, Sabtu (16/7/2022).
Samuel mengaku ditanyai seputar kronologis kejadian, hingga kedatangan jenazah almarhum di Jambi.
Sebelumnya, Samuel mengaku dirinya masih ragu dengan keterangan polisi terkait motif dan kronologi kematian anaknya.
Dia sangat terpukul atas peristiwa yang sangat tragis itu.
Untuk itu, ia menuntut terungkapnya kebenaran.
Baca juga: LPSK Pastikan Sudah Terima Permohonan Perlindungan Istri Irjen Ferdy Sambo
Hal tersebut seiring dengan dibentuknya tim khusus oleh Kapolri, serta adanya tim gabungan dari Komnas HAM dan Kompolnas.
"Katakan benar kalau benar, katakan salah kalau salah," kata Samuel Hutabarat, Jumat (15/7/2022) malam.
Terlebih untuk Komnas HAM, Samuel sangat mengharapkan lembaga independen ini bisa benar-benar berfungsi memberikan perlindungan dan penegakan HAM.
"Saya siap memberikan keterangan kepada Komnas HAM dan tim khusus ini kapan saja diminta," ucapnya.
Terkait kejanggalan pada tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat, dia meminta agar tim ahli yang diterjunkan semua institusi benar-benar bekerja dengan kejujuran.
Tak lupa dia mendoakan semua tim agar bisa bekerja maksimal, mampu mengutamakan kejujuran diatas segala sesuatunya.
"Semoga Tuhan menjamah hati nurani semuanya. Saya bersyukur Kapolri membentuk tim khusus ini," ungkapnya.
Luka di tubuh Brigadir J
Terpisah, Komarudin Simanjuntak, kuasa hukum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengungkap sejumlah luka yang dialami kliennya.
Melalui diskusi di akun Youtube, Komaruddin Simanjuntak, Sabtu (16/7/2022) mengatakan ada beberapa bagian tubuh Brigadir J terdapat bekas pukulan hingga jahitan.
Kemudian di bawah tangannya ada luka robek diduga akibat benda tajam yang mengenai bagian bawah tangannya.
Selanjutnya, kejanggalan lainnya ada pada bagian kaki korban mengalami luka robek seperti di bawah tangan.
Padahal kalau tewas mengenakan seragam dinas, korban memakai kaos kaki.
"Diduga lukanya karena pedang atau sangkur," katanya dalam Youtube yang diunggah Jaya Inspirasi dilansir dari wartakotalive.com.
Komaruddin pun mengungkap luka lainnya pada tubuh Yosua misalnya di bawah telinga ada luka robek sekira 10 centimeter atau sejengkal orang dewasa.
Baca juga: LPSK Buka Kemungkinan Beri Asesmen Psikologis untuk Istri Irjen Ferdy Sambo
Luka di bagian bawah telinga itu tak lurus karena sudah dijahit oleh dokter yang menangani setelah Yosua meninggal dunia.
Selain itu, lubang telinga mengalami bengkak dan juga rahangnya bergeser.
Ia tak mengetahui apakah itu karena senjata tajam atau pukulan.
"Atau popor (bagian bawah) senjata laras panjang, kemudian di bawah ketiak juga ada luka," ucapnya.
Namun, ia tak mengetahui secara pasti, tapi ada dugaan luka tembakan yang menyerempet ke bagian bawah ketiak.
Bagian dagu dekat leher korban juga ada luka jahitan cukup panjang sekira 12 centimeter dan terlihat jelas.
"Di bawah dada ada bekas luka hitam dugaan bekas tembakan peluru," katanya.
Selanjutnya, di pundak ada luka dan dadanya ada belahan dan dijahit bekas autopsi.
Namun ada beberapa bukti lainnya masih di telepon seluler dan komputer milik Komaruddin.
Bukti itu menunjukan luka di jari yang sampai tak bisa berfungsi lagi alias syarafnya telah terputus.
"Nah pertanyaannya, hancurnya jari dan luka lainnya itu setelah ditembak atau sebelum ditembak?" katanya.
Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bila Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas setelah ditembak Bharada E.
Saat kejadian Bharada E menembak sebanyak 5 kali dan Brigadir Yosua 7 kali.
"Ada tujuh proyektil yang dikeluarkan dari Brigadir J dan lima proyektil yang dikeluarkan dari Bharada E," kata Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Ramadhan menjelaskan Brigadir J mendapatkan tujuh luka tembakan meski Bharada E hanya mengeluarkan lima peluru.
"Walaupun lima tembakan ada satu tembakan yang mengenai tangan kemudian tembus ke badan, jadi kalau dibilang ada tujuh lubang tapi lima tembakan itu ada satu tembakan yang mengenai dua bagian tubuh termasuk luka sayatan itu," jelasnya.
Ramadhan pun mengatakan luka seperti bekas sayatan di tubuh Brigadir J bukan karena senjata tajam.
"Bukan (luka sayatan senjata tajam)," kata Ramadhan.
Ramadhan mengungkapkan luka sayatan itu berasal dari gesekan proyektil peluru yang dikeluarkan Bharada E.
"Kita bukan lihat tapi penjelasan penyidik soal sayatan adalah karena gesekan proyektil yang ditembakan oleh Bharada E ke Brigadir J," jelasnya.
Kronologis kejadian menurut polisi
Diketahui, insiden baku tembak terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sekira pukul 17.00 WIB.
Menurut keterangan polisi peristiwa berawal saat Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masuk ke kamar pribadi istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Diduga Brigadir J melakukan pelecehan dan menodong istri Irjen Ferdy Sambo dengan menggunakan senjata.
"Setelah melakukan pelecehan, dia juga sempat menodongkan senjata ke kepala ibu Kadiv," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, Selasa (12/7/2022).
Saat itu, kata Budhi, Istri Irjen Ferdy terbangun dan hendak berteriak meminta pertolongan.
Namun, Brigadir J membentak istri Irjen Ferdy Sambo dan menyuruhnya untuk diam.
"Saudara J membalas "diam kamu!" sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan ibu Kadiv," ungkapnya.
Saat itu, istri Ferdy Sambo berteriak.
Brigadir J pun panik karena mendengar suara langkah orang berjalan yang diketahui merupakan Bharada E.
"Kemudian ibu Kadiv teriak minta tolong dan di situlah saudara J panik apalagi mendengar ada suara langkah orang berlari yang mendekat ke arah suara permintaan tolong tersebut," katanya.
Baru separuh menuruni tangga, Bharada E melihat sosok Brigadir J keluar dari kamar.
Baca juga: Politisi PDIP Duga Ada Masalah Pribadi dalam Kasus Penembakan Brigadir J di Rumah Irjen Ferdy Sambo
Bharada E kemudian bertanya kepada Brigadir J terkait teriakan tersebut.
Bukannya menjawab, Brigadir J malah melepaskan tembakan ke arah Bharada E.
"Pada saat itu tembakan yang dikeluarkan atau dilakukan saudara J tidak mengenai saudara E, hanya mengenai tembok," kata Budhi.
Berbekal senjata, Bharada E membalas serangan Brigadir J.
Hingga akhirnya, lima tembakan yang dilepaskan bersarang di tubuh Yosua.
"Saudara RE juga dibekali senjata, dia kemudian mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah ini kemudian terjadi penembakan," katanya.
Singkat cerita, Brigadir J pun tewas diterjang peluru yang dilesatkan Bharada E.
"Dari hasil autopsi disampaikan bahwa ada tujuh luka tembak masuk dan enam luka tembak keluar (tembus) dan satu proyektil bersarang di dada," kata Budhi. (Tribunjambi/ wartakotalive.com/ tribunnews.com/ Aryo Tondang/ Abdy)