Hakim menilai hal yang memberatkan Dzulmi Eldin, karena dia tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan telah melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Hal yang meringankan, Dzulmi Eldin bersikap sopan di persidangan," ujar Abdul Aziz.
Majelis hakim sependapat dengan jaksa KPK menghukum terdakwa dengan Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999.
"Perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," urai hakim.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yang menuntut 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan subsidair 6 bulan penjara.
Dalam dakwaan jaksa KPK disebutkan, bahwa Dzulmi Eldin dijerat kasus korupsi setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 15 Oktober 2019 lalu.
Ia diduga melakukan tindak pidana suap proyek dan jabatan di lingkungan Pemerintahan Kota Medan.
Eldin terjaring OTT karena meminta bantuan anggaran nonbudgeter perjalanan ke Kota Ichikawa Jepang yang mencapai Rp 1,5 miliar.
Baca juga: Dzulmi Eldin Kutip Uang ke Para Kadisnya Lewat Samsul Fitri, Paling Kecil Rp 5 Juta
Sedangkan dana yang dianggarkan oleh APBD hanya sebesar Rp 500 juta.
Selain itu, Dzulmi Eldin juga membawa keluarga dan orang-orang yang tidak berkepentingan dalam lawatan ke Jepang.
Ia juga memperpanjang masa tinggalnya di Jepang untuk beberapa waktu.
Karena ulahnya tersebut, Pemko Medan memiliki utang kepada Erni Travel sebesar Rp 900 juta.
Untuk menutupi utang-utang tersebut, Eldin meminta kepada para kadis untuk membantunya dalam membayar utang kepada Erni Tour.
Sebelumnya, dalam sidang Isa Ansyari yang sudah divonis 2 tahun oleh majelis, disebutkan nama Dzulmi Eldin sebagai dalang utama dalam perkara ini.