News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Legislator Bunuh Pacar

Kejari Surabaya Bakal Ajukan Kasasi Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur, Masih Tunggu Salinan Putusan

Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak anggota DPR dari PKB Edward Tannur, Gregorius Ronald (31) Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah dianggap tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) pada 3 Oktober 2023 lalu.

Diketahui, vonis bebas ini dapat sorotan dari berbagai pihak.

Salah satunya dari Indonesia Civil Right Watch (ICRW).

ICRW menilai majelis hakim telah berbuat sembrono dengan menjatuhkan vonis bebas tersebut.

Menurut Direktur Advokasi ICRW, Arif Budi Santoso SH SIP, fakta-fakta dakwaan terhadap lelaki pemilik nama lengkap Gregorius Ronald Tannur, yang telah menganiaya hingga menyebabkan meninggalnya Dini Sera Afrianti telah diketahui publik. Hal ini sama saja hakim nyata-nyata telah menantang, melukai dan dapat memancing amarah publik.

“Kasus ini sudah berkali-kali viral dan fakta-fakta bahwa terdakwa telah menganiaya dengan memukuli dan bahkan melindas korban dengan mobilnya, sudah tersebar luas ke publik melalui sosial media. Mengapa hakim masih tetap berani menjatuhkan vonis bebas?. Ada apa?. Ini kan sama saja menantang dan melukai serta dapat memancing amarah publik,” tegas Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini.

Menurut dia, majelis hakim seharusnya tidak perlu ragu memvonis terdakwa bersalah. Sebab, telah ada dua alat bukti yang sah.

Antara lain hasil visum et repertum yang membuktikan adanya kekerasan pada korban. Yaitu pendarahan pada dada, yang diduga akibat lindasan mobil dan bukti rekaman CCTV, serta keterangan saksi-saksi yang menunjukkan adanya pertengkaran antara terdakwa dan korban.

“Kalau bukti-bukti yang sudah kuat begini, majelis hakim masih berani meloloskan, ini benar-benar penegakan hukum di negeri ini sudah sakit parah. Coba bayangkan kalau tidak ada rekaman CCTV dan saksi-saksi yang berani mengungkap, dan kasus ini tidak viral. Sudah viral videonya saja vonisnya masih begini,” ungkapnya.

Berkaitan dengan pertimbangan hukum dari majelis hakim yang menyebut tidak ada saksi yang melihat langsung penganiayaan yang berujung tewasnya korban, Arif menilai hal itu alasan yang sebenarnya sudah usang dan terbukti berulang kali patah dalam praktik penegakan hukum di pengadilan.

Malahan, kata Arif, hakim seharusnya mengacu pada teori Saksi Berantai atau Kettingbewijs yang diadopsi dalam hukum positif di Pasal 185 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dimana Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu sama lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

“Kalau setiap tindak pidana harus ada saksi yang melihat langsung, maka akan banyak pelaku kejahatan yang lolos dari hukuman. Itu sebabnya, KUHAP kita pun telah mengantisipasi dengan pengakuan terhadap pembuktian Saksi Berantai. Dan itu dalam praktik juga sudah diterapkan, seperti kasus pembunuhan Munir dan kasus suap Miranda Gultom,” jelasnya.

Dalam persidangan, imbuh Arif, terdapat hal-hal yang memberatkan terdakwa, seperti awalnya berpura-pura tidak mengenal korban. Saat diangkut di mobil terdakwa, yang diketahui anak anggota DPR RI dari PKB itu, korban juga hanya diletakkan di bagasi.

“Ada juga yang menerangkan korban juga tidak langsung dibawa ke rumah sakit, tetapi malah ke apartemen korban, dimana di situlah korban di perkirakan meninggal dunia,” tambahnya.

Arif menambahkan, sudah tepat jika sekarang Kejaksaaan Agung mengajukan Kasasi ke MA, ditambah Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA turun tangan memeriksa tiga hakim yang menangani dan memutus perkara ini.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini