TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Bimbingan Konseling (BK) Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kota Pekalongan berinisial S diduga selama beberapa tahun melakukan pelecehan secara verbal terhadap puluhan anak didiknya.
Dugaan ini muncul lantaran sejumlah siswi yang menjadi korban pelecehan seksual secara verbal mulai bersuara.
Seorang siswi kelas XII, NS mengaku telah mengalami pelecehan seksual secara verbal saat duduk di bangku kelas XI.
Dia tiga kali dipanggil ke ruang guru BK dengan alasan wawancara terkait kesehatan sekolah dan pencegahan kenakalan remaja di ruangan tertutup dan terkunci.
Korban kemudian ditanya berbagai hal di luar tujuan seperti apakah sudah pernah ciuman, tanya warna celana dalam dan bra ukuran.
"Bahkan teman saya disuruh buka baju untuk mengetahui bekas apa saja di dalamnya, beberapa siswi juga mengaku pernah diancam oleh guru tersebut untuk tidak melaporkan kejadian tersebut, dengan ancaman informasi pribadi mereka akan disebarluaskan ke guru guru yang lain," kata NS.
Menanggapi peristiwa pelecehan seksual tersebut, aktivis muda Kota Pekalongan Timothy Ivan Triyono sangat mengecam tindakan tidak terpuji oknum guru tersebut.
Dirinya juga meminta aparat penegak hukum dan pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini.
“Saya sangat mengecam tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum guru S tersebut. Sudah seharusnya polisi sebagai aparat penegak hukum dan pemerintah baik pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun Pemerintah Kota Pekalongan untuk mengusut tuntas kasus ini. Saya kira surat peringatan (SP-1) saja tidak cukup ya untuk membuat jera oknum guru tersebut. Kalau bisa terduga pelaku ini secepatnya diproses secara hukum agar para murid bisa kembali fokus belajar,” ujar Timothy Ivan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/10/2024).
Menurut Timothy, kasus pelecehan seksual secara verbal yang terjadi di SMA N 3 Kota Pekalongan ini menjadi kenyataan pahit dalam dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat ternyaman dan teraman bagi generasi muda Indonesia untuk belajar dan menyiapkan diri menuju Indonesia Emas 2045.
“Saya rasa peristiwa ini menjadi pil pahit bagi kita ya khususnya dunia pendidikan di Kota Pekalongan. Sekolah in ikan seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk belajar dan mengembangkan diri. Ini yang baru ketahuan di SMA N 3, kita tidak tahu barangkali peristiwa serupa pernah terjadi juga di sekolah-sekolah lain. Para pelajar ini kan seharusnya diberikan lingkungan dan pendidikan yang baik guna mempersiapkan diri menuju Indonesia
Emas 2045,” tegas Timothy Ivan.
Timothy meminta Pemerintah Kota Pekalongan dan sekolah-sekolah mulai berbenah diri untuk memperbaiki sistem pendidikan dan melakukan pembinaan secara berkala terhadap para guru. Ia juga berharap peristiwa pelecehan seksual tidak terjadi lagi dalam dunia pendidikan.
“Dengan adanya peristiwa ini, saya harap dapat menjadi wake-up call bagi Pemkot Pekalongan dan sekolah-sekolah untuk berbenah diri memperbaiki sistem pendidikan dan terus melakukan pembinaan secara berkala terhadap guru-guru. Semoga saja ini menjadi peristiwa pelecehan seksual terakhir yang terjadi di kota yang kita cintai ini,” pungkas Timothy.