News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Kesabaran Densi dan Emiliana Merawat Pasien ODGJ di Kabupaten Sikka

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CEK TEKANAN DARAH - Densi dan Emiliana sedang mengecek tekanan darah Dus Nong, pasien ODGJ di Desa Kopong, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Senin 28 Oktober 2024.

Laporan Reporter Tribun Flores, Gordy Donofan

TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Masih segar dalam ingatan Densi Yeresti (41), saat pertama kali bertemu Dus Nong (47), seorang pasien Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pada 21 September 2020.

Suara menggelegar dan lantang keluar dari mulut Dus Nong. Densi dan temannya langsung gemetaran. Apalagi, tangan kanan Dus menggenggam parang panjang.

Pria berpostur badan tinggi itu duduk ditemani kerabatnya. Sorot matanya yang tajam membuat jantung Densi dan teman-temannya semakin berdebar kencang.

Densi adalah seorang perawat yang bertugas di Puskesmas Kewapante, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kala itu, dia bersama dokter Hendra Tanuwijaya dan tiga orang tenaga kesehatan lainnya mengunjungi kediaman Dus Nong di Desa Kopong, Kecamatan Kewapante.

Pelan-pelan Densi dan sejawatnya mendekati Dus Nong. Sembari itu, mereka memikirkan cara menghindar jika Dus tiba-tiba mengamuk.

Tapi di luar dugaan, ketakutan mereka runtuh seketika setelah Dus Nong ternyata bersikap ramah dan menyambut mereka.

"Saya takut awal-awal. Karena mereka cerita dia pegang parang, kadang-kejar orang-orang dan keluarganya sendiri. Malam dia tidak tidur, teriak-teriak sembarang,” kenang Densi saat berbicara dengan TribunFlores.com, Senin, 28 Oktober 2024.

Merawat ODGJ

Pengalaman empat tahun silam itu menjadi titik awal Densi merawat kelompok-kelompok rentan, termasuk para penderita gangguan jiwa.

Di Desa Kopong, Densi dibantu Emiliana Stefania Daora (32), bidan desa yang bertugas di Polindes Kopong. Mereka berdua rutin berkunjung ke rumah-rumah pasien yang sedang dalam perawatan.

Mereka memberikan edukasi sekaligus mengecek perkembangan pasien dengan kondisi apapun, termasuk ODGJ.

Pada Senin, 28 Oktober 2024, mengenakan pakaian dinas lengkap berwarna putih, Densi dan Emiliana membawa alat ukur tekanan darah dan obat untuk Dus.

Dari kejauhan, terdengar suara lantang Dus menjawab panggilan Densi. Sejurus kemudian, dia muncul mengenakan celana pendek tanpa memakai baju.

Mereka bersalaman dan saling menanyakan kabar. Densi kemudian mengajak Dus untuk mengecek tekanan darah.

"Harus cek dulu tekanan darahnya, pakai baju dulu," ujar Densi.  Dus bergegas kembali ke rumahnya untuk mengambil kaus oblong dan mengenakannya.

“Ini baru bagus, sekarang tambah ganteng saja,” canda Densi disambut senyum dan derai tawa Dus Nong.

Setelah pengecekan tekanan darah, mereka ngobrol bersama keluarga Dus hingga kemudian mereka pulang setelah semuanya dirasa cukup.

Densi berpesan agar keluarga tetap rutin mengambil obat di Puskesmas Kewapante. Bila diperhatikan secara rutin maka Dus akan sembuh total dan beraktivitas seperti orang sehat pada umumnya.

Stigma Negatif ODGJ

Densi menuturkan, Dus pernah merantau ke Bangka Belitung pada tahun 1990, lalu pulang pada 2011. Pulang merantau, dia menunjukkan gejala seperti penderita gangguan jiwa.

Pada 2020, kata Densi, Puskesmas Kewapante meluncurkan inovasi program Sahabat Sehat. Sahabat Sehat merupakan model pelayanan kesehatan masyarakat berbasis pendekatan keluarga.

Sejak saat itu, Densi mulai tekun merawat pasien ODGJ. Namun, bukan berarti tanpa tantangan di perjalanannya.

Ia mengaku berjuang keras untuk mendekati keluarga pasien. Mulanya, keluarga enggan menerima para tenaga kesehatan.

Ada kekhawatiran aib keluarga akan terbongkar saat tenaga kesehatan diberi kesempatan untuk merawat ODGJ.

“Kita dekati keluarga tapi mereka masih ragu-ragu, semacam ada yang sembunyikan sesuatu,” kata Densi.

Setelah melakukan pendekatan secara rutin, keluarga mulai terbuka kepada tenaga kesehatan untuk merawat anggota keluarga mereka yang menderita gangguan jiwa.

Mengacu pada pengalamannya selama ini, Densi berkata, masyarakat masih manaruh stigma negatif bagi penderita gangguan jiwa.

Persoalan ini yang kerap menjadi batu sandungan bagi upaya tenaga kesehatan dalam merawat ODGJ.

“Bahkan stigma itu juga datang dari keluarga kita sendiri,” tandasnya.

Stigma terhadap ODGJ sangat bermacam-macam, kata Densy. Mulai dari keberadaan ODGJ sebagai aib hingga adanya pandangan bahwa penderita gangguan jiwa memalukan keluarga.

“Itu yang kami temukan di lapangan. Saudara-saudara kita yang ODGJ dikucilkan, ditinggalkan dan dilepaskan begitu saja. Mereka didiskriminasi,” kata Densi kesal.

Pengalaman dia saat merawat Dus membuktikan label negatif yang dilekatkan kepada penderita gangguan jiwa.

Saat diketahui menunjukkan gejala gangguan jiwa, Dus dilepaskan berkeliaran dan dibiarkan tinggal di rumah yang agak jauh dari warga lainnya.

Pendekatan Keluarga

Melalui edukasi yang intens, label-label negatif pelan-pelan dihilangkan. Pendekatan berbasis komunitas lewat keluarga menjadi salah satu cara mujarab untuk menghilangkan stigma tersebut.

"Kami melakukan pendataan dan temukan masalah, kami sampaikan ke Puskesmas. Dari Puksesmas turun untuk sama-sama intervensi,"kata Densi.

“Kami periksa dia dan berikan obat. Awalnya kami yang datang hantar obat untuk dia. Obat itu kami bawa dua minggu sekali dan kami observasi sambil edukasi keluarganya. Akhirnya keluarga mulai sadar dan datang sendiri ambil obat di Puskesmas," tambahnya.

Vita Sensus (31), seorang kerabat Dus, terharu dan senang dengan perubahan yang dialami oleh saudaranya itu. Keluarganya pun menerima Dus apa adanya.

“Ketika ibu perawat dan bidan mulai rawat, dia mulai pulih. Akhirnya, beberapa waktu lalu dia cari saudarinya dan tinggal bersama lagi, dia sudah sangat baik sekarang," kata Vita.

Vita bilang, perubahan dalam diri Dus sudah sangat terlihat. Jika dulunya tertutup dan tidak bisa menerima kehadiran orang lain, sekarang dia sudah sehat dan bisa bersosialisasi dengan orang lain.

"Dia sekarang piara ayam. Setelah besar, dia jual dan Minggu lalu juga pergi ke pasar beli baju. Sudah baik sekali sekarang intinya rutin minum obat," ujarnya.

Bukan Hanya ODGJ

Program Sahabat Sehat tidak hanya menyasar ODGJ, tetapi juga menangani masalah kesehatan lainnya, seperti pasien hipertensi, bayi stunting, penyandang disabilitas dan pasien-pasien lainnya.

“Kalau di saya punya sahabat sehat itu ada kasus hipertensi, ODGJ, dan stunting. Saya punya ada 40-an lebih KK sahabat sehat,"ujar Densi.

Hal senada disampaikan Bidan Desa Kopong, Emiliana Stefania Daora yang bersama-sama Densi merawat pasien di wilayahnya.

"Kalau saya punya itu ada satu orang disabilitas, tidak bisa jalan, bicara susah. Sekarang ayahnya yang jaga anak itu sedangkan mamanya jualan di pasar. Kami rutin kunjungan rumah,” jelasnya.

Di Desa Kopong, ada 14 bayi dan balita masuk kategori stunting. Emiliana pun melakukan kajian dan intervensi, dalam koordinasi dengan pemerintah desa setempat.

"Desa sangat peduli dengan program sahabat sehat. Di Desa itu untuk intervensi stunting dapat makanan tambahan dan setiap hari kami kontrol orang tua,” kata dia.

Emiliana dan timnya rutin mengecek kondisi bayi. Sekali dalam dua minggu, dia akan memantau dan mengecek berat badan bayi penderita stuting.

Diakuinya, kolaborasi dengan pemerintah desa menjadi kunci yang paling tepat dalam mengatasi masalah kesehatan di tingkat desa.

Pemerintah Desa Kopong selalu menyiapkan anggaran untuk intervensi masalah kesehatan.

"Kalau kolaborasi dengan pemerintah desa itu, mereka beli stik untuk tes gula garah, kolestrol, dan asam urat. Dukungan untuk kami sangat bagus di sini, begitu juga dukungan untuk remaja. Kami ada pengukuhan remaja dan kalau kerja bakti juga pemerintah desa sangat mendukung,”ujarnya.

Dia bersyukur karena masyarakat semakin sadar untuk menjaga kesehatan. Bahkan masyarakat secara mandiri untuk melakukan upaya pencegahan.

“Kami bicara terus setiap saat, jadi kesadaran masyarakat semakin meningkat. Jadi ya kami senang,” tandasnya.

Sahabat Sehat Jadi Solusi

Kepala Puskesmas Kewapante, Theresia Angelina Bala menjelaskan, program Sahabat Sehat berawal dari fenomena pergeseran nilai pelayanan kesehatan.

Sejalan dengan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Pis-Pk), jelas Angelina, tenaga kesehatan sudah dipandang sebagai sahabat.

“Sahabat itu orang yang selalu berada bersama dalam keadaan suka maupun duka dan itu menjadi roh dalam pelayanan para tenaga kesehatan di Puskesmas Kewapante,” kata Angelina.

Pendekatan keluarga dengan filosofi sahabat ini dijalankan melalui kunjungan rumah yang terjadwal maupun tidak terjadwal, ujar Angelina.

Dia menjelaskan, pertemuan intens antara Nakes dan keluarga akan menumbuhkan kedekatan yang secara psikologis diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.

Para Nakes disebut sebagai “Sahabat Sehat “ dan keluarga menjadi “Sahabat” para Nakes.

Pendekatan keluarga yang diharapkan dalam model ini, lanjut Angelina, adalah pendekatan keluarga yang berkualitas, holistik, dan terintegrasi.

Kata Angelinna, dari sisi kuantitas kunjungan tenaga kesehatan ke rumah terus dibina antara petugas dan masyarakat.

Sementara dari sisi kualitas, kunjungan ke keluarga akan membawa sesuatu yang sangat positif sekaligus mengubah citra masyarakat, baik dalam pelayanan maupun khusus untuk tenaga kesehatan itu sendiri.

Filosofi Sahabat Sehat

Inovasi sahabat sehat yang digalakkan oleh Puskesmas Kewapante mengandung nilai-nilai penting di dalamnya. Angelina menjelaskan hal itu dalam bahasa Sikka.

“Jadi, datang logu lowot (datang mengecek dengan baik dan satu persatu), lako Lalong (sering datang mengunjungi), bibo Babong (sering ngobrol), setelah itu ada kula Kameng (memberikan solusi) ini filosofi sahabat," jelasnya.

Dengan empat pendekatan tersebut, para Nakes di Puskesmas Kewapante bukan hanya melayani pengobatan tetapi sudah mempunyai kedekatan emosional dengan masyarakat atau pasien.

Secara praktis, pihak Puskesmas mendistribusikan 73 tenaga kesehatan ke delapan wilayah desa yang menjadi bagi dari wilayah kerja Puskesmas Kewapante.

Masing-masing desa mendapatkan jatah  delapan hingga 10 Nakes. Penyebaran Nakes dibagi berdasarkan domisili, tempat tugas, dan pertimbangan lain yang disepakati dalam tim desa.

Masing-masing desa, tutur Angelina, dipimpin oleh seorang koordinator wilayah (Korwil). Korwil inilah yang mendistribusikan Nakes setiap rukun tetangga (RT).

“Dalam kondisi tertentu satu Nakes bertanggung jawab terhadap dua-tiga RT. Semua warga yang ada di wilayah Nakes tersebut menjadi tanggung jawabnya dan disebut sebagai sahabat Nakes,” jelasnya.

Masing-masing Nakes wajib mengenal warga yang menjadi sahabatnya di wilayah RT, mulai dari kepala keluarga sampai dengan anggota keluarganya masing-masing.

Praktik Sahabat Sehat mulai berjalan di Puskesmas Kewapante sejak September 2020. Sebagai langkah awal, pihak Angelina mendata sahabat sehat integrasi Pis-Pk, kemudian menganalisis data, hingga menentukan intervensi atau upaya terarah melalui wadah Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).

Sahabat sehat mempunyai peran sebagai petugas pembina keluarga, tim pembina keluarga, dan fasilitator pembina keluarga.

Model pendekatan sahabat sehat dapat mengintegrasikan semua program di Puskesmas, kata Angelina.

Semua Nakes akan belajar bersama dan saling berbagi antara satu program dengan program yang lain.

“Ketika sahabat Nakes mengalami masalah kesehatan dengan penyakit hipertensi, maka Nakes akan berusaha memahami secara utuh melalui diskusi dengan dokter,” jelasnya

Begitu pula dengan masalah kesehatan lainnya. Bidan tidak hanya mengurus masalah kebidanan tetapi juga bisa belajar masalah kesehatan lainnya sesuai masalah yang dialami sahabatnya.

"Di sinilah para Nakes diajarkan untuk saling berbagi tanpa ada ego program,"tutur Angelina.

Dia mengatakan pihaknya berkolaborasi dengan pemerintah setempat terutama pemerintah desa. Sejumlah desa menyiapkan dana desa untuk intervensi masalah kesehatan di wilayah itu.

"Kepala desa dan ketua BPD terlibat dalam kebijakan untuk menyelesaikan masalah kesehatan di wilayahnya," ujarnya.

Dampak Program

Angelina bilang inovasi sahabat sehat berdampak positif bagi urusan kesehatan masyarakat. Mulai dari SPM bidang kesehatan yang naik signifikan hingga intervensi dana desa bagi masalah kesehatan di tinggkat desa.

“Ada gotong royong komunitas berupa arisan jamban, arisan usaha ekonomi produktif. Kemudian terlayaninya kelompok marginal, ODGJ, disabilitas, lansia, duda, janda, remaja putus sekolah,” urainya.

Kini, Inovasi sahabat sehat direplikasi untuk diberlakukan di 25 Puskesmas se-Kabupaten Sikka yang  ditandai dengan peluncuran Sahabat Sehat di Sikka Convention Center pada Oktober 2021.

“Semoga model pendekatan sahabat sehat dapat menjawab semua masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kewapante dan sangat mungkin juga masalah lain di luar masalah kesehatan,” pungkasnya.(Tribunnews.com/TribunFlores.com/Gordy Donovan)

CEK TEKANAN DARAH - Densi dan Emiliana sedang mengecek tekanan darah Dus Nong, pasien ODGJ di Desa Kopong, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Senin 28 Oktober 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini