TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Kepala Desa (Kades) Wonua Raya, Rokiman mengaku lega setelah mengungkap fakta sebenarnya terkait uang damai Rp 50 juta dalam kasus guru Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Ia menegaskan bila uang damai Rp 50 juta merupakan permintaan dari Kanit Reskrim Polsek Baito.
"Awalnya mungkin saya ini, tapi saya merasa lega usai memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya," kata Rokiman dalam video yang diterima TribunnewsSultra.com, Jumat (1/11/2024).
Soal asal-usul uang damai Rp 50 juta dalam kasus guru Supriyani, Kades Rokiman sebelumnya sempat memberikan pernyataan berbeda dalam video.
Dalam video pertama, di mana Rokiman mengenakan baju putih dan topi hitam, ia menyebut uang damai Rp 50 juta tersebut berasal dari polisi.
Baca juga: Kasus Guru Supriyani, Kades Rokiman Mengaku Diarahkan Kapolsek Soal Video Uang Damai Rp 50 Juta
Sementara dalam video kedua, di mana Rokiman mengenakan jaket, ia menyebut uang damai Rp 50 juta tersebut berasal dari inisiatif perangkat desa.
Namun, setelah diperiksa Propam Polda Sultra, akhirnya Kades Rokiman memastikan bila pernyataannya dalam video yang kedua karena diarahkan Kapolsek Baito.
"Sementara (video kedua) yang menggunakan jaket cokelat itu saya diarahkan sama Kapolsek Baito," katanya.
Kronologis Kades Didatangi Kapolsek Soal Uang Damai Rp 50 Juta Kasus Guru Supriyani
Kuasa hukum Kades Rokiman, Andri Darmawan mengungkap detik-detik sang Kepala Desa digiring untuk mengatakan uang damai Rp 50 juta merupakan iniasitif dirinya.
Kata Andre saat itu Rokiman didatangi Kapolsek Baito bersama anggotanya dan meminta untuk mengatakan uang damai itu merupakan inisiatif Kades sebagai pemerintah desa.
Baca juga: Fakta Baru Kasus Guru Supriyani, Kades Rokiman Sebut Uang Damai Rp 50 Juta Permintaan Kanit Polisi
"Jumlahnya dia tidak tahu, intinya dia diapit (polisi)," ujar Andre ketika ditemui TribunnewsSultra.com, di kantornya, Jumat (1/11/2024).
Bahkan kata Andre pihak Polsek Baito sudah menyiapkan surat pengakuan di atas materai soal pernyataan itu.
"Sudah disiapkan. Untung saat itu Kades naik asam lambung, langsung muntah-muntah dan dibawa ke rumah sakit," katanya.
Belakangan, kepala desa kemudian menghubungi LBH-nya untuk meminta dilakukan pendampingan karena merasa bersalah telah memberikan pernyataan yang tidak benar.