Selain itu adalah tingginya ketergantungan terhadap impor energi dan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
"Lemahnya daya saing infrastruktur dan manufaktur, ketergantungan terhadap impor material cost," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, ekonom Agustinus Y Silalahi, mengkritisi kinerja BUMN yang justru lebih banyak meminta subsidi dari APBN.
Menurutnya, BUMN itu seharusnya memberikan sumbangan bagi APBN, bukan justru mengambil jatah dari kue APBN. Selain itu, ia mendorong kinerja kementerian BUMN harus lebih profesional dan efisien.
"Sayangnya kementerian BUMN saat ini lebih banyak mengakomodasi kelompok relawan Jokowi sebagai komisaris di beberapa BUMN, meski diragukan kompetensi mereka," kata Agus.
Pengamat Hukum Tata Negara, Benny Sabdo, menegaskan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi, pemerintah harus memperhatikan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi.
"UUD 1945 tidak semata-mata merupakan konstitusi politik, tetapi juga merupakan konstitusi ekonomi," jelasnya.
Menurutnya, hal itu tercermin dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 yang memuat ketentuan-ketentuan dasar di bidang perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
"Pemerintah harus adil dalam mengatur hubungan ‘trias politika’ baru di era globalisasi, yaitu antara negara, masyarakat, dan pasar. Jangan sampai dominasi pasar mengalahkan negara dan masyarakat," katanya.