Gagasan ini ketika diaplikasikan akan terkesan menyudutkan anak serta tingkah lakunya sebagai pihak yang patut untuk disalahkan.
Ketika prestasi akademik anak menurun, maka jam belajar anak yang kemudian ditambah, jam bermain dan hal-hal lain yang tidak menunjang dikurangi. Perubahan bukan dari sisi nilai dan norma, serta pola asuh yang dianggap benar oleh orangtua.
Dengan kata lain, orangtua telah menuduh anaknya malas sehingga prestasi akademiknya jeblok.
Maka seluruh tanggungjawab terhadap nilai pelajaran sekolahnya dibebankan kepada anak karena tidak mau belajar giat, sementara kewajiban orangtua untuk mengiringi proses belajar tidak pernah disinggung.
Pertanyaanya kemudian, aApakah selalu studi ilmiah dan hasil risetnya mempengaruhi pola asuh orangtua terhadap anak dan meletakannya sebagai subyek?
Bukan sebaliknya, pola asuh orangtua berperan aktif memberi bentuk dan isi kebudayaannya dan lingkungan hidupnya?
Jika merujuk pada contoh, maka konsep bahwa prestasi akademik anak dibentuk oleh tradisi belajar giat harus diimbangi dengan konsep lain bahwa prestasi akademik dibentuk para pendukung kebudayaan, dalam hal ini orangtua sebagai pendukung kebudayaan yang paling konkret.
Ya, pola asuh tidak cukup bila hanya dipandang sebagai nilai, norma dan kebenaran, sebagaimana tertulis dalam literatur serta buku-buku, Tetapi harus juga dapat dipandang sebagai wacana konstruksi kebudayaan anak, yang di dalamnya terdapat ide, partisipasi aktif dan keterbukaan, yang kemudian menciptakan kekuatan kebudayaan, serta dipraktekan dalam kebiasaan sehari-hari secara terus menerus.
Tren pada keluarga di Indonesia, proses konstruksi sosial budaya berlangsung juga secara beragam.
Pola asuh dari orangtua, ada yang sejalan dengan apa yang tertulis pada penelitian, ada yang tidak. Keduanya sama-sama mempunyai andil besar dalam membentuk kebudayaan anak.
Karena pada praktiknya akan membentuk suatu kebudayaan dalam konteks sejarah yang konkret.
Dapat dipahami pula, bahwa tidak melulu kebudayaandan tradisi yang tertulis pada penelitian ilmiah yang mempengaruhi anak serta prestasi belajarnya, tingkah laku orang tua juga turut andil membentuk kebudayaan anak serta meningkatkan itu semua.
Tidak selaluprestasi belajar juga yang dipengaruhi sebagaimana contoh diatas, karena nyatanya tingkah laku orangtua mempengaruhi kebudayaan anak dalam hal dan bidang apapun.
Maka, orangtua hendaknya lebih aktif memberi bentuk dan isi tadi. Simpul masalahnya bukan apa yang pada buku dan literatur tuliskan. Hal tertulis tersebut hanya sedang mengiyakan apa yang orangtua rasa.
Orangtua, bentuklah kebudayaan anak dengan meletakan diri anda sebagai pendukung kebudayaan. Lewat pengalaman hidup anda, ciptakanlah kebudayaan lewat sejarah keluarga anda sendiri, bukan keluarga orang lain.